Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Sandiaga Lupa Sedang Berpolitik?

3 November 2018   22:58 Diperbarui: 3 November 2018   23:09 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Percayalah, saya tidak pernah benar -- benar memuja Jokowi -- Basuki Tjahja -- Djarot secara berlebihan. Ada beberapa tindakan mereka yang tidak tepat menurut pandangan saya, tapi selama tidak berdampak fatal bagi saya semua masih bisa dikatakan baik -- baik saja. Saya juga tidak pernah benar -- benar anti Prabowo -- Anies -- Sandiaga. Buktinya pada pilpres 2009 saya masih bersedia untuk memilih Mega -- Prabowo. Walaupun saya tahu, kalau pasangan itu menang kemungkinan kendali pemerintahan dipegang Prabowo tidak kecil.

Tapi...

 Pilkada DKI 2017, saya benar -- benar kehabisan kata untuk mengungkapkan betapa geramnya saya pada Prabowo -- Anies -- Sandi. Jelang pemilu serentak (pileg -- pilpres) 2019, kegeraman saya pada ketiga sosok tersebut ibarat api yang disiram bensin. Terlebih kepada Sandiaga Uno. Bukan personal, tapi cara sang pengusaha memasuki dunia politik sungguh menggelikan.

 Politik ibarat sedang menjual sesuatu, itu benar. Tapi, bukan berarti sama dengan membeli perusahaan nyaris mati yang diberi nafas tambahan kemudian dipasarkan lagi. Tidak! Tidak seperti itu. Politik adalah menjual yang sudah ada dan yang belum terjadi. Tetap saja, meski belum terjadi yang dijual haruslah tetap kenyataan bukan cerita karangan yang tidak akan pernah menemui babak akhir.

 Lihatlah, berapa kali kubu Prabowo -- Sandi babak belur di bullysebab prilaku Sandiaga yang tabrak sana sini demi panggung politik. Yang mengenaskan, semakin hari semakin terlihat Sandiaga hanya menjual fantasi belaka.

 Rambut Pete misalnya. "Nih rambut saya berubah hijau sebab kampanye terus -- menerus" katanya kala itu. Konyol! Kalau memang merasa beban kampanye terlalu berat, sebaiknya Sandi tidur saja dirumah yang megah itu. Bukankah perkataannya tersebut bisa diartikan sebagai keluhannya atas pilihannya sendiri? 

 Belum lagi kalau bicara janji yang dia sampaikan saat mengenakan petai sebagai pengganti rambut itu. Sandi berjanji memperbaiki pasar yang sepi pembeli dan menjadi penyebab pedagang tumpah ruah keluar pasar. Janji ini bisa disebut sebagai bohong belaka, sebab saat ini pun sebagai Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Sandiaga bisa melakukannya tanmpa harus menunggu menjadi wakil presiden. Justru jika kelak menjadi wakil presiden, mantan wagub DKI itu tidak akan punya waktu untuk mengurus hal seperti itu.

 Mari kita bicara soal Tempe setipis ATM yang sudah tersiar kekonyolannya sampai pelosok negri. Sandiaga lupa bicara soal dirinya yang tidak pernah benar -- benar mengunjungi pasar selain ketika menjelang pemilihan umum. Sandiaga tidak bercermin bahwa dirinya bisa saja tidak mengetahui begitu banyak jenis tempe yang tersebar diperdagangkan diseluruh pasar di tanah air. Melihat pernyataan itu, bisa dikatakan Sandi bahkan lupa bahwa Indonesia itu majemuk tidak bisa dilihat lewat satu kacamata saja.

 Pete, tempe, sekarang kita beralih pada bawang seharga seratus ribu rupiah. Sekali lagi Sandiaga lupa mengkonfirmasi berapa kilo bawang yang dibeli oleh sumber pernyataan itu. Sampai -- sampai harga selangit itu menjadi tertawaan emak -- emak diseluruh penjuru negri.

 Harga makanan Jakarta lebih mahal daripada Singapura adalah puncak saya tidak bisa menahan tawa. Sandiaga sekali lagi lupa bahwa sebelum berkomentar, dirinya adalah mantan wakil gubernur paling baru dari kota yang dikomentarinya. Juga, sahabatnya saat ini ,masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta yang berarti keseluruhan Jakarta (dan Pulau Seribu) ada dibawah tanggung jawab Anies Baswedan dan sebelumnya Sandiaga sendiri. Bukankah dengan mengungkapkan tingginya harga di Jakarta justru menunjukkan kegagalan dirinya sendiri sebagai pemimpin ibukota?

 Namun, mari kita luangkan waktu untuk membenarkan semua pernyataan Sandiaga Uno. Meskipun bantahan dengan bukti faktual sudah tersedia, tetap saja mari kita sebut bahwa Sandi benar dalam pernyataannya.Lalu solusinya apa? Sandiaga lupa memberikan solusi untuk permasalahan yang diajukannya sendiri. Ada solusi, tapi solusi yang seharusnya sudah dikerjakannya sebab jabatan yang masih melekat pada dirinya saat ini. Kalau harus nunggu jadi wakil presiden dulu baru solusi diberikan, maka salahkah saya yang menjadi ragu untuk memilihnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun