Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Prabowo Subianto Sudah Kehabisan Momentum

14 Oktober 2018   18:38 Diperbarui: 14 Oktober 2018   18:43 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto/Tribunnews.com

Enam dari tujuh Presiden Republik Indonesia, punya momentumnya masing -- masing ketika akan terpilih menjadi pucuk pimpinan negri ini. Soekarno, terpilih sebab pengaruhnya membawa bangsa ini melewati gerbang kemerdekaan. Soeharto, menggantikan Sang Proklamator, sebab smiling general itu dianggap membawa negri ini lepas dari kukungan komunisme. 

B.J. Habibie, punya momentum besar saat pendahulunya lengser. Tapi, karena pidato pertanggungjawaban yang ditolak MPR, sang profesor tidak melanjutkan bahkan mungkin sama sekali tidak punya keinginan untuk menjadi RI-1. 

Abdurrahman Wahid, adalah tokoh tanpa momentum. Satu -- satunya jalan presiden ke-4 itu melenggang ke Istana adalah poros tengah yang tidak mengingini Megawati menjadi Presiden. 

Megawati, momentum terbesar putri sulung Bung Karno ini adalah medio 1997 -- 1998. Sebagai simbol perlawanan terhadap Orde Baru, Megawati harus rela menjadi orang nomor dua sebelum akhirnya dikukuhkan menjadi Presiden Wanita pertama di Republik ini. 

Susilo Bambang Yudhoyono, adalah akibat "kesewenang -- wenangan" Megawati. Sebagai simbol perubahan, SBY menjadi presiden dua periode. 

Joko Widodo, adalah agen perubahan yang lebih kuat daripada Yudhoyono. Esemka merupakan corong utama, mantan walikota Solo itu melangkah ke Balai Kota DKI bahkan Istana Negara. Jokowi, begitu sang Presiden kerap dipanggil, mempopulerkan blusukan dan sanggup menaikkan citranya dimuka publik.

Bicara Prabowo Subianto, sebenarnya jendral bintang tiga ini punya beberapa momentum yang dimentahkan oleh ego politisnya sendiri. Lengsernya Soeharto pada 1998, sebenarnya peluang besar bagi Prabowo. Hanya saja, intrik kekuasaan yang sudah menjadi rahasia umum membenamkan nama mantan Pangkostrad tersebut dibawah Abdurrahman Wahid, Megawati bahkan Yusril Izha Mahendra waktu itu.

Momentum lain, yang tampaknya diabaikan Prabowo adalah ketika mantan kadernya Basuki Tjahja Purnama harus berhadapan dengan hukum. Sebagai politisi handal, Prabowo pasti sadar waktu itu Joko Widodo sebagai Presiden tidak mungkin memberi intervensi terhadap proses hukum yang sedang berlangsung. Baik didalam maupun diluar persidangan. 

Baik intervensi langsung atau hanya opini kepada publik. Jokowi terperangkap oleh jabatannya sendiri. Begitu juga PDI -- Perjuangan, partai yang mengusung BTP di DKI juga tidak bisa berbuat banyak. Sebab, partai yang bermarkas di Lenteng Agung itu adalah partai penguasa. Maka, disamping ego politik memenangkan Anies -- Sandi di DKI, Prabowo harusnya memahami keadaan politis Basuki yang memiliki basis elektoral cukup besar secara nasional.

Harus, diakui perolehan suara Djarot di pilkada Sumut sedikit banyak adalah pengaruh dari nama besar mantan bupati Belitung Timur itu. Artinya, nama besar Basuki Tjahja Purnama sesungguhnya mampu mendongkrak basis elektoral Prabowo terlepas dari siapa yang akan didukung mantan Gubernur DKI itu. 

Dengan memberi dukungan kepada BTP yang saat itu berhadapan dengan hukum dan massa yang mengatasnamakan diri sebagai GNPF -- MUI, mampu memberi tambahan okisgen bagi Prabowo yang akan bertarung dalam perebutan kursi orang terpenting di Negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun