Mohon tunggu...
Dama Wijayanti
Dama Wijayanti Mohon Tunggu... -

A Life Wanderer :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Ulang Tahun, Ibundaku..

9 Oktober 2018   05:55 Diperbarui: 9 Oktober 2018   06:01 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ibunda, bagiku adalah sumber keindahan dan tauladan kehidupan. 

Aku, kami, sangat menyayangi Ibu ketika beliau membersamai kehidupan kami disini, sampai sekarang ketika beliau sudah menghadapNya. Tidak heran Gusti Allah memanggil beliau terlebih dahulu, karena Gusti Allah pasti lebih menyayangi ibu dibandingkan kami. Karena RinduNya pada yang disangiNya, Allah memanggil ibu lebih dulu, untuk ditempatkan disisiNya. 

Ibu adalah sosok sederhana, secara keilmuan, ekonomi, gaya hidup, ibu sangat sederhana.  Tapi bagiku, ibu adalah sumber keindahan dan ketulusan. Kami tumbuh dalam doa dan kasih sayang beliau.

Ibu mendedikasikan hidupnya dalam mendidik kami, memperjuangkan hak kami untuk mendapat pendidikan dan kesehatan. Beliau mendapat amanah dari bapak untuk mengatur hal itu.  Ibu juga manusia biasa yang memiliki kekurangan, tetapi dalam memoriku, ibu adalah yang terbaik. Ibu tidak pernah berlebihan dalam  menuntut kami ssuatu, agar seperti ini seperti itu. Tidak, beliau justru memberi contoh, meneladankan pada kami keindahan dalam melakukan sesuatu. 

Ibu dulu seringkali mengajakku berjalan kaki, mengunjungi tetangga2 yang berada di sekitar desa kami yang kurang beruntung.  Kepada seorang janda yang sudah sangat sepuh beliau anggap sebgai ibu sendiri.ibu seminggu sekali sering mengajakku sambil membawa sesuatu untuk beliau, berbincang2 untuk menghibur dan menemani kesunyian beliau, terkadang membantu membersihkan rumah karena kondisi beliau yang sudah renta dan sering sakit.  

Seringkali ibu juga mengajak ke tetangga lain yang sehari harinya ditopang dari gembala kambing sambil berjualan kerupuk. Kondisi ekonominya sangat pas pas an. Ibu  mengajakku kesana dan pasti membawa sesuatu. Intinya ya sama, beliau mendengar keluh kesah mereka dan sekedar menghibur. Pulang2 dari sana pasti kami membawa sekresek krupuk penuh hadiah dari mereka untuk kami. Belakangan kudengar dari bapak waktu aku masih kecil, beliau juga meminta tolong si ibu dr keluarga tersebut untuk membantu cuci cuci baju di rumah kami. Padahal aku tau pasti bagaimana kondisi keluarga kami saat itu, hanya lebih sedikit dari mereka, tidak banyak.

 Begitulah ibu, kasih sayang, ketulusan, dan semangat kemanusiaan sangat terekam dalam memoriku. Menggantikan sifat sifat manusiawi yang wajar adanya. 

Suatu saat, setelah libur panjang aku hendak kembali ke Surabaya, mulai masuk kuliah. Rutinitas ibu, mengepak berbagai jenis lauk yang tahan lama untuk persediaanku di Surabaya. Saat itu ibu tiba-tiba berhenti mengemasi dalam kardus. 

Beliau terdiam dan mulai berkata lirih, "Dek maafkan ibu, belum bisa memberi uang saku yang banyak seperti keluarga lain, hanya bisa membawakan bekal seperti ini selain bekal doa untukmu."  

Aku terdiam, air mataku mengalir deras. Tertunduk aku supaya ibu tidak melihatnya,karena tidak mampu mengucap kata2 apapun.  Dilanjutkan suara parau berisi doa-doa beliau untukku. Aku langsung memeluk beliau, lirih berterima kasih untuk semuanya. Ibu mengusapku, sambil meneruskan doa doa indahnya.  

Allahu, Rabbi.. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun