Masih sering mendengar kata "nasionalisme", kah? Mungkin beberapa membaca dari media sosial Instagram, atau sebagian lain dari portal berita, yang larut dalam riuhnya peringatan Hari Pahlawan pada 10 November kemarin.Â
Ketika mendengar kata "nasionalisme", adakah yang masih mengaitkannya dengan pahlawan yang sudah berperang? Kalau iya, tidak apa. Itu juga bagus. Namun, mari beranjak lebih jauh dari itu. Kalau tidak lagi berperang, bagaimana bentuk "nasionalisme" itu terwujud?Â
Nasionalisme: Lebih Jauh dari Sekadar Menjadi "Pahlawan"Â
Saya jatuh hati pada definisi kedua pada Kamus Besar Bahasa Indonesia terkait kata "nasionalisme". Secara sederhana, nasionalisme diartikan sebagai kesadaran keanggotaan suatu bangsa, yang terus bersama berusaha memperjuangkan dan mempertahankan kemakmuran bangsa tersebut ("Nasionalisme", 2016). Arti lain adalah semangat kebangsaan.Â
Mungkin karena pelajaran Sejarah di sekolah, seringkali kita mengintegrasikan "nasionalisme" dengan perjuangan pahlawan. Tentu hal ini tidak salah. Apabila dimaknai lebih jauh, "memperjuangkan" maupun "mempertahankan" yang tertera pada KBBI bisa jadi lebih luas artinya. Konsep kesadaran untuk mencintai bangsa dapat disajikan dalam beragam rupa.Â
Sejauh 15.7 KM (2020) untuk Belajar
Kalau membutuhkan proyeksi yang lebih luas tentang "nasionalisme", mungkin kamu perlu menikmati film pendek 15.7 KM (2018) yang berdurasi 15 menit. Disutradarai oleh Rian Apriansyah, film pendek ini memiliki latar belakang Pulau Bangka. Berkisah tentang Budi (Jordy Armando) yang harus menempuh 15.7 km untuk sampai di Sekolah Dasar.
Jarak ini tentu menjadi lebih sederhana apabila ditempuh dengan kendaraan bermotor,tapi tidak dengan Budi. Keadaan ekonomi keluarga serta akses menuju sekolah yang tidak memadai, memaksa Budi berjalan kaki sepanjang 15.7 km. Setiap fase perjalanan ditampilkan jaraknya pada sisi kanan layar. Mulai dari 0 km, 3.2 km, 5.4 km, 10.8 km, hingga 15.7 km. Perjalanan darat dan air ini ditempuh Budi tanpa sepatu, tentu dengan logika mengamankan sepatu agar memiliki umur yang lebih panjang.Â
Tidak Cukup Hanya Lewat Caption Instagram beserta Hashtagnya
Selaras dengan judul artikel ini, saya rasa unggahan memperingati Hari Kemerdekaan, Hari Pahlawan, maupun hari besar lainnya, tidak cukup untuk membawa kita memaknai "nasionalisme". Arti "nasionalisme" yang dihadirkan tidak akan sedalam yang disajikan Budi dalam 15.7 KM (2018).Â
Nasionalisme yang demikian bisa jadi hanya basa-basi. Sepuluh menit setelah diunggah, menerima tanda suka dari banyak pengikut, mengonsumsi komentar netizen, selesai. Kadang hanya memaknai mungkin saat akan mengunggah saja.Â
Mungkin cliche ketika mendengar salah satu cara menjadi nasionalis adalah dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, tekun belajar, mengembangkan bakat, mengerahkan segala kemampuan untuk cita-cita bersama. Tapi begitulah nasionalisme modern digambarkan.Â
Seberapa mau kamu berjuang untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsa? Perjuangan ini tentu dimulai sederhana dengan menjalankan peran dan kewajiban kita dengan baik. Persis seperti Budi, yang terus berjalan, setiap hari, untuk mendapatkan ilmu.Â