Mohon tunggu...
Damarra Kartika
Damarra Kartika Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi dengan Konsentrasi Studi Komunikasi Massa dan Digital Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Krisis Jurnalisme Multimedia di Indonesia Lewat Kacamata Jurnalis

26 Oktober 2020   09:51 Diperbarui: 11 November 2020   20:30 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:  journalismresearchnews.org 

Pageview dan traffic merupakan hal penting dalam bisnis media online karena itulah sumber kehidupan mereka. Kedua hal ini akan berdampak pada perolehan iklan masuk perusahaan. 

Sumber: smartocto.com 
Sumber: smartocto.com 

Maka tidak heran jika "Kompetisi Adu Cepat" yang dibahasakan dalam buku Media Online: Antara Pembaca, Laba, dan Etika (Margianto & Syaefullah, 2019), menjadi sengit dalam bisnis media online. 

Proses uji berita berupa verifikasi dan konfirmasi tidak lagi jadi hal penting. Bahkan kini, proses tersebut berbentuk berita itu sendiri. Hal ini diafirmasi oleh Kak Alam. "Ya itu berimbas pada tulisan yang dihasilkan wartawan, seperti Tribun juga menerapkan kecepatan dalam pemberitaan. Karena media seperti Detik, Tribun, Kompas, itu berbasis pada Google Analitik, atau biasanya disebut penghamba Google", ujarnya menanggapi akurasi yang merupakan implikasi dari "Kompetisi Adu Cepat" media online di Indonesia. 

Siapa Cuan Dia Bertahan

Kak Alam yang sudah kurang lebih hampir 4 tahun berkecimpung di dunia media, sempat mengutarakan kegagalan bisnis medianya bersama seorang teman. "Dulu pernah bantu teman bangun media online, tapi bertahan kurang lebih satu tahun saja. Kendala di pendanaan", jelasnya sambil mengenang cerita. 

Salah satu yang harus kuat menjadi penopang bisnis media adalah uang atau keuntungan, yang dalam bahasa pergaulan secara sederhana disebut "cuan". Ketika pemilik media tidak memiliki modal yang cukup banyak, maka media tersebut dalam persaingan dengan raja media lainnya pasti akan cukup mengkhawatirkan. 

Cerita ini tidak satu dua kali kita dengar atau baca. Kerap kali hal ini terjadi. Kepemilikan bisnis media mengakar kuat bersama dengan praktik konglomerasi media. Dua belas raja media yang kini berkuasa tertera dalam video berikut beserta keterangannya. Apakah bisa terbaca peluang kemungkinan New Comer Media bertahan? 

"Waktu" Jurnalis Dimakan "Waktu" Perusahaan

Untuk menyajikan produk jurnalisme multimedia, seharusnya memakan waktu yang cukup panjang. Jurnalis harus mengumpulkan, memproduksi, dan mempublikasi informasi sesuai dengan alur produksi berita. 

Apabila hal tersebut sudah maksimal, maka rasanya bukan tidak mungkin praktek jurnalisme multimedia dapat berkembang di Indonesia. Bagaimana produk jurnalisme multimedia bisa terwujud kalau "waktu" yang dibutuhkan jurnalis sama dengan "waktu" yang menjadi taruhan dalam "Kompetisi Adu Cepat" media online? 

Imaduddin dalam artikel Kegagapan Digital dan Bunuh Diri Perlahan Jurnalisme memberikan data produksi artikel jurnalis pada tahun 2018. Seorang jurnalis bertanggung jawab menulis lima hingga sepuluh artikel per harinya. Kini, Kak Alam mengungkapkan jumlah serupa juga masih harus "dikejar" oleh para jurnalis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun