Mohon tunggu...
Damar Juniarto
Damar Juniarto Mohon Tunggu... Penulis - Changemakers Rest of the World 100 Global Tech 2022 • Anugerah Dewan Pers 2021 • Trust Conference Changemakers 2021 • IVLP 2018 Cyber Policy and Free Expression Online • YNW Netizen Marketeers Award 2018

Damar Juniarto adalah aktivis hak asasi manusia yang dikenal dengan karyanya tentang hak digital dan kebebasan berekspresi online di Asia Tenggara. Sejak 2013, ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif SAFEnet. Dia juga menjabat sebagai Penasihat di DigitalReach, sebuah organisasi regional yang menyelidiki dampak teknologi terhadap hak asasi manusia di Asia Tenggara. Damar telah menerima penghargaan atas karyanya, termasuk pengakuan sebagai salah satu Changemakers Rest of The World pada tahun 2022 dan Anugerah Dewan Pers di 2021 karena mempromosikan kebebasan pers di Indonesia. linktr.ee/damarjuniarto

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Realita yang Tercitra Dalam Bahasa Media Sosial

30 November 2011   18:16 Diperbarui: 31 Januari 2023   15:26 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media sosial telah melahirkan bahasa dan kosa kata baru. Bahasa ini kemudian melahirkan pemahaman akan dunia yang baru (Pixabay)

Media sosial telah melahirkan bahasa dan kosa kata baru. Bahasa ini kemudian melahirkan pemahaman akan dunia yang baru. Lalu seperti apakah pencitraan realita dunia baru dalam media sosial kita?

PENANDA yang membedakan kita dan generasi yang akan datang adalah kefasihan berbahasa di dunia digital. Kita yang tadinya terbiasa berbahasa dengan pensil/pena, buku, koran, dan mesin ketik, kini harus membiasakan untuk berbahasa dengan menggunakan teknologi maju: komputer, laptop, hingga tablet/smartphone. Kita masih membutuhkan sebuah transisi, sebuah migrasi untuk menggunakan bahasa baru ini.

Oleh pemikir di dunia pendidikan dan pengajaran Marc Prensky, kita digolongkan ke dalam kaum imigran digital (digital immigrant). Sedang generasi yang muncul kemudian adalah kaum pribumi digital (digital native) yang memang telah lahir untuk terbiasa berbahasa digital sebagai sebuah kelaziman. Bagaimana agar proses migrasi kita berjalan dengan lancar?

Pertama-tama yang harus disadari adalah pensil/pena, buku, koran, dan mesin ketik pada suatu ketika sebagai suatu bahasa akan usang, digantikan dengan bahasa baru yang lazim digunakan dalam games komputer, email, internet, telepon genggam dan instant messaging. Itulah sebabnya, kosa kata "gaptek" dari penyingkatan "gagap teknologi" adalah kosa kata yang tepat guna.

Gagap adalah persoalan ketidakmampuan untuk berbahasa dengan baik dan dalam hal ini, keterbataan dalam menggunakan bahasa digital. Maka penting untuk bisa menguasai bahasa ini.

Kedua, kemampuan berbahasa mempengaruhi sistematika berpikir dan mengolah informasi. Oleh karena itu, bila tidak sesegera mungkin bermigrasi, antara kita dan generasi pribumi digital akan memiliki pola berpikir dan orientasi pemikiran yang berbeda. Itulah yang seringkali didengungkan dengan akan datangnya "a brave new world" untuk menggantikan dunia yang kini kita kenal.

Pertanyaannya: dapatkah kita mengenali citra realita yang akan muncul itu. Setidaknya, dari embrionya yang kini sudah ada. Seperti apakah wujudnya?

Berawal dari "Aku" Bahasa pertama dunia digital yang harus dikuasai adalah bahasa "aku". Aku sebagai identitas, aku sebagai tubuh, aku sebagai pribadi yang unik, dan aku sebagai mahluk sosial. Manifestasinya muncul dalam ceceran status di lini masa/waktu (timeline) di facebook, twitter, g+, dan lainnya.

Namun apakah "aku" ini nyata?

Filsuf Perancis Jean Baudrillard bernubuat dunia sekarang semakin masuk ke hiperrealitas di mana kita tidak bisa membedakan mana yang asli dan mana yang bukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun