Mohon tunggu...
Tri Hastuti
Tri Hastuti Mohon Tunggu...

guru, konselor, menyukai dunia anak dan remaja

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Guruku... Teladanku

9 Mei 2016   11:39 Diperbarui: 9 Mei 2016   11:46 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Selamat pagi, bu!”

Sapaan manis dipagi hari dari seorang siswa kepada gurunya, saat berpapasan di lobby sekolah.

Pertemuan selanjutnya didalam kelas.

Hari itu, pembahasan tentang karakter Rendah Hati.

“Bu, kalau siswa diajarkan untuk Rendah Hati, bagaimana dengan guru? Darimana siswa bisa tahu kalau guru itu Rendah Hati?”

Pertanyaan logis dari seorang remaja laki-laki usia 14 tahun.

“Guru bisa terlihat memiliki karakter Rendah Hati jika guru bisa menerima kritik dari siswanya.”

Jawaban singkat yang terlintas dipikiran guru saat itu.

~~~

Ah.. Anak jaman sekarang..

Selalu mempertanyakan hal-hal yang seharusnya tidak perlu dipertanyakan.

Oh ya? Apakah siswa hanya bisa diam menerima semua pengajaran dari gurunya? Atau siswa juga punya hak untuk bertanya?

Seringkali, guru memiliki benteng ego yang cukup tinggi untuk dijangkau oleh siswanya.

Semua yang dikatakan oleh guru, hanya untuk ditaati, tidak ada ruang untuk bertanya apalagi menuntut guru melakukan hal yang sama dengan siswa.

“Kamu berani melawan guru?”

“Saya orang tua kamu disekolah!”

“Jangan melawan! Taati gurumu!”

“Kalau guru menghukum, kamu pasti punya salah!”

Dalam filosofi Jawa, guru adalah akronim dari kata ‘digugu lan ditiru’.

Digugu berarti didengarkan, bahwa setiap kata-katanya ataupun informasi yang disampaikannya memiliki kekuatan untuk memengaruhi siswanya.

Ditiru berarti dijadikan contoh, bahwa setiap tingkah lakunya akan diperhatikan bahkan diikuti oleh siswanya.

Menjadi guru adalah panggilan hidup.

Tugas guru saat ini dituntut sangat banyak, bukan hanya untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, administrasi juga menjadi bagian penilaian kinerja guru.

Perkembangan jaman, mau tidak mau menuntut guru untuk mengupgrade dirinya. Banyak informasi yang perlu diperbaharui oleh guru untuk bisa nyambung dengan siswa dalam diskusi atau obrolan ringan.

Seringkali, tuntutan yang begitu banyak, menjadi beban bagi para guru. Stressorbertumpuk, dengan pengelolaan emosi yang kurang baik, masih harus menghadapi puluhan bahkan ratusan siswa dengan berbagai karakter uniknya.

Mungkin, inilah yang menyebabkan guru seringkali lupa dengan tugas utama yang sesungguhnya.. Menjadi Teladan bagi siswanya.

Guru yang mendidik siswa melalui Teladan hidupnya akan lebih efektif daripada guru yang mendidik hanya melalui kata-kata atau nasehat.

Jika jaman sekarang wibawa guru telah hilang, penghormatan terhadap guru berkurang, siswa bisa menjadi sangat ‘kurang ajar’ kepada guru, orang tua begitu mudahnya menuntut guru, maka mari kita coba untuk melihat Guru itu secara Pribadinya.

Bagaimana guru bisa menegur siswa yang merokok, jika guru juga merokok?

Bagaimana guru bisa menasehati siswa untuk memiliki integritas hidup, jika guru membuat SIM dengan menyogok petugas atau melalui calo?

Bagaimana guru bisa menegur siswa yang terlambat, jika guru juga datang terlambat dan seringkali mencuri-curi waktu untuk kesenangan diri?

Bagaimana guru bisa menegur siswa yang bersikap tidak sopan, jika guru menegurnya dengan cara marah-marah atau teriak disertai dengan kata-kata penghakiman dan labeling kepada siswanya?

Bagaimana guru melerai bahkan menasihati siswa yang melakukan kekerasan, jika guru terbiasa memukul dan melakukan kekerasan dalam mendisiplin siswa?

Bagaimana guru mengajarkan siswa untuk menghargai & menerima diri apa adanya, jika guru mentato tubuhnya atau merubah warna rambutnya?

Bagaimana guru mengajarkan karakter rendah hati, jika guru tidak mau membuka diri untuk menerima kritik dari siswa?

“Ah.. terlalu berlebihan.. guru juga manusia.. bisa berbuat salah..”

Itulah bedanya!

Guru yang menjadi guru karena panggilan hidupnya sebagai guru, dengan guru yang menjadi guru karena pilihan profesi dan menafkahi hidup.

Sudahlah.. saya menulis ini seperti menancapkan belati ke tubuh saya..

Tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya..

Mungkinkah suatu hari nanti, ada siswa jaman sekarang yang akan berkata kepada saya: “Guruku.. Teladanku..”

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun