Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Malamang di Hari Hujan dan Kisah Sosial Kemasyarakatan

23 November 2022   12:58 Diperbarui: 23 November 2022   13:17 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membuat lamang dalam pondok karena hari hujan. (foto dok hendrizal)

Hampir semuanya membuat lamang dalam tradisi masing-masing itu. Merupakan warisan, adat lama pusaka usang, yang tak lapuk kena hujan dan tidak pulang lekang terkena panas.

Karena hujan tak kunjung reda, malang sengaja dilakukan di sebuah pondok. Sebab, kalau di halaman mati apinya terlena air hujan, dan tentunya tak jadi lamang masak.

Yang ibu-ibu sigap dengan mengatur api di bantaran lamang, sementara kerabat laki-laki sibuk pula dengan mengakut sabut kelapa dan kayu bakar untuk memasak lamang tersebut.

Sedangkan sebagian ibu-ibu lainnya memasak nasi dan lengkap dengan sambalnya di dapur.

Sebab, kerja malamang juga diselingi dengan makan bersama. Sebuah gambaran kebersamaan, gotong royong dalam tradisi malamang tersebut.

Cerita malamang adalah kisah kehidupan sosial di tengah masyarakat Piaman. Kerabat dekat, ipar besan hadir dan ikut membantu membuat makanan itu.

Makanya, dalam alek kematian dan maulid nabi, sebuah rumah tangga itu tak bisa sedikit membuat lamang.

Harus banyak. Apalagi kalau keluarga ini berkembang, dan terjadi penambahan keluarga setelah satu sama lainnya berhubungan lewat nikah kawin.

Antar nagari pun sedikit berbeda cara pelaksanaan baralek kematian itu. Ada yang saat menujuh hari, dan banyak yang saat empat puluh atau meratus hari.

Tetapi itu sama. Sama-sama malamang, mengabarkan hajatan itu ke banyak tetangga dan kaum kerabat jauh dekat.

Di Gadur, tempat keluarga Hendrizal Palo manujuah hari itu rupanya sudah mulai baralek kematian saat awal.

Artinya, begitu tinggi rasa kekeluargaan dan kekompakan di nagari itu dalam menghadapi musibah kematian. (ad)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun