Berdaya menjaga martabat kemanusiaan. Sebuah judul yang menggelitik, menantang santri itu sendiri untuk terus menggali dan menggali ilmu yang disertai dengan adab.
Lewat spirit resolusi jihad, sebagai dasar peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober setiap tahunnya, kali ini temanya, bersama santri menjaga martabat kemanusiaan.
Artinya, pergeseran nilai dan kemajuan teknologi, kaum santri dan ulama pun ikut terbawa, sehingga budaya silaturrahmi, ajang diskusi dan halaqah antar ulama dan santri mulai berkurang dan bergeser.
Dulu, katakan dulu sekali. Para ulama tempat rujukan. Dia punya solusi dari problematika kehidupan masyarakat lingkungannya.
Hampir tiap sebentar ulama itu didatangi tamu dari berbagai persoalan yang dikadukan.
Bahkan, pahitnya kehidupan, tak ada beras untuk ditanak, dengan enaknya masyarakat meminjam beras ke ulama panutannya.
Ini kisah yang terjadi di Pakandangan, Kabupaten Padang Pariaman. Adalah seorang ulama besar, populer dengan sebutan Syekh Mato Aie.
Kepadanya banyak santri belajar,badan menjadi kiblatnya ulama di Tanah Minang.
Sekedar menyebut nama, Syekh Ibrahim Musa, pendiri Sumatera Thawalib Parabek berguru ke Syekh Mato Aie ini.
Syekh Mato Aie terkenal dengan ulama yang mahir kajian fiqh dan tasawuf, dia pemurah, dan oleh masyarakat Pakandangan, syekh ini jadi tempat tumpuan harapan.