Diskusi menarik selepas seminar Hari Santri Nasional, Jumat (21/10/2022) malam di Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuk Pua, dan sehabis upacara besoknya di Lubuk Pandan.
Saya mengajak para santri, terutama yang senior setingkat mahasiswa. Terbilang "guru tuo" kalau di pesantren Madrasatul 'Ulum itu.
Ya, diskusi sejarah hari santri yang mesti dimatangkan oleh santri, serta implementasinya di tengah kehidupan pesantren saat ini.
Yakni, pentingnya mengembangkan budaya literasi di kalangan santri, khusus di Madrasatul 'Ulum tersebut.
Kuncinya, adalah aktif berdiskusi sesama santri, memanfaatkan alumni yang sudah punya nama saat ini di luar, untuk memberikan motivasi santri.
Literasi tentu tidak sekedar adanya sebuah pustaka. Namun, bagaimana pustaka itu aktif, bergerak dan berkreasi untuk menumbuhkan nilai-nilai intelektual santri.
Penting kajian diskusi dibukukan, untuk generasi mendatang. Saya menantang santri senior itu, untuk menumbuhkan budaya menulis, dan bisa hadir buku sejarah ulama setiap kali momen hari santri.
Apalagi, momen hari santri kali ini mengangkat tema, berdaya menjaga peradaban kemanusiaan. Sebuah judul yang sangat penting untuk nasionalisme para santri.
Meminimalisir pergerakan garis keras di kalangan santri dan pesantren tentunya. Sesuai ajaran ahlussunah wal jamaah, bahwa santri harus toleran, mampu jadi rujukan untuk jalan Islam rahmatan lil alamin.
Dan ini adalah warisan ulama dulu yang patut kita lestarikan, dalam mengembangkan pesantren berbasis surau.