Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Stasiun Lubuk Alung Punya Cerita

5 Oktober 2022   08:25 Diperbarui: 5 Oktober 2022   08:47 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Stasiun kereta api Lubuk Alung sudah tua, tetapi terus dipercantik. Umurnya sama dengan stasiun besar lainnya di Sumbar yang dilewati kereta api.

Kenapa dipercantik? Ini stasiun di pertigaan. Padang - Kayu Tanam punya jalur lurus, dan Padang - Pariaman belok ke kiri di Lubuk Alung itu.

Stasiun Lubuk Alung lebih ramai ketimbang stasiun Kasang nan gagah. Sebab, stasiun Kasang juga di pertigaan. Satu jalur arah Pariaman lewat Lubuk Alung, dan satu lagi jalur kereta api ke bandara.

Mungkin karena letaknya di Pasar Lubuk Alung, membuat stasiun ini selalu ramai. Penumpang dan pengguna kereta tak perlu pakai transportasi sehabis turun untuk sampai di pasar.

Tentu berlainan ramai dengan stasiun Pariaman. Terletak di tepi pantai, juga dekat pasar. Artinya, wisatawan turun dari kereta langsung menghambur ke kawasan wisata pantai.

Ya, Pantai Gandoriah. Di sini tersedia kapal ke Pulau Angso Duo nan terkenal eksotik. Hanya saja ramainya stasiun Pariaman ada musimnya.

Musim lebaran. Orang pada libur, dan memilih wisata pantai. Pilihannya Pariaman. Lalu musim Tabuik. Ada pesta pantai di dua musim tersebut, dan membuat stasiun ramai.

Sedangkan stasiun Lubuk Alung relatif tiap hari, dan apalagi musim lebaran dan Tabuik Pariaman, Lubuk Alung ikut terbawa ramai oleh musim tersebut.

Terputusnya jalur kereta ke Sawahlunto dan Bukittinggi serta Payakumbuh, stasiun Parit Malintang pun mati, dan punah. 

Namun, cerita dan kisah orang-orang berjualan yang hendak ke Padang dan Lubuk Alung, tersimpan sendiri di stasiun Parit Malintang ini.

Cerita banyak orang, tahun 1960 pagi-pagi stasiun Parit Malintang ini selalu ramai oleh pedang. Ya, pedagang sayuran dan hasil pertanian yang hendak di jual ke pasar.

Tentu, dari Lubuk Alung ke Kayu Tanam tak ada lagi perhentian. Stasiun Parit Malintang dan Sicincin sudah tak lagi berfungsi.

Dan lagi, jarak Lubuk Alung - Kayu Tanam sekitar 15 kilometer. Namun, tentu bagi masyarakat Pakandangan dan sekitarnya untuk ke Padang yang menggunakan kereta api, harus ke Lubuk Alung dulu.

Begitu pun kalau ingin membeli durian ke Kayu Tanam, juga harus naik kereta dari Lubuk Alung.

Stasiun kereta api Lubuk Alung memang strategis, punya banyak cerita suka duka, sedih dan bahagia.

Cerita pedagang yang kadang barang dagangannya tinggal di atas kereta, lalu terbawa ke Padang dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun