Senang dan paling suka minta maaf pada siapapun sehabis berinteraksi dengannya, tampak sekali dari sikap Buya H. Zainuddin Tuanku Bagindo Basa.
"Maaf ambo a. Atau maaf Yo," kata dia sehabis bicara dengan lawan bicaranya lewat telpon dan atau usai bicara langsung misalnya.
Tentu sebuah sikap yang tak dibuat-buat. Mengalir begitu saja, dari kerendahan hatinya. Dan demikian itu, juga bagian dari amalan karena manusia tak pernah luput dari salah dan khilaf.
Saya sudah mengenal Buya ini sejak tahun 1990 an. Dia punya banyak nama dan gelar, serta sapaan oleh banyak orang. Nama lengkapnya Zainuddin.
Nama yang diberikan oleh kedua orangtuanya ketika lahir ke dunia. Nama yang rancak menurut agama, dan bagian dari doa kedua orangtua saat lahir.
Di kampungnya, terutama yang lebih tua dari dia memanggilnya, Enek. Mungkin saja karena badannya tak terlalu besar. Sehingga, zaman saya mondok dulu, dia disapa oleh yuniornya dengan sapaan "Tuo Enek".
Lama mengaji dan mondok di Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan, dan sebelumnya di Tapakis, Buya ini termasuk ulama yang beruntung. Bertemu dan mengaji langsung dengan ulama hebat, Syekh H. Musa Tapakis dan Syekh Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah Lubuk Pandan.
Lama mengaji, lalu diangkat jadi tuanku 1994 pun dikelilingi oleh ulama besar dan punya pengaruh yang amat luar biasa. Dia diresmikan jadi tuanku di kampungnya, Kampung Paneh Padang Toboh.
Yang mengangkatnya jadi tuanku, adalah Syekh Ali Imran Hasan Ringan-Ringan, Syekh Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah, dan ulama lainnya yang terkesan sangat sakral.
Dia bertiga sekali dinobatkan jadi tuanku. Dua rekannya, mendiang Lukman Hakim Tuanku Bagindo Sati, dan Ibrahim Tuanku Sutan.