Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Buya Syafii Maarif dan Gus Dur Bagaikan Buku yang Tidak Pernah Selesai Dibaca

28 Mei 2022   13:37 Diperbarui: 28 Mei 2022   21:01 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buya Syafii Maarif sedang mendayung sepeda dalam sebuah urusan dakwah. (foto dok andreas)

Terbiasa disiplin, hidup sederhana, tak mempengaruhi kekuasaan yang dia jabat di Muhammadiyah, untuk mendapatkan fasilitas wah, dan bertindak semaunya.

Itulah Buya Ahmad Syafii Maarif dalam kesehariannya. Dia rela dan menikmati antri berlama-lama ketika berobat di rumah sakit milik organisasi yang ikut dibesarkannya.

Dia senang naik sepeda ketika mengurus persoalan umat yang sedang bertikai soal agama dan keyakinan. Mau naik kereta api yang sama dengan masyarakat menengah kebawah, untuk bepergian jarak jauh.

Tak heran, hidup-hidupilah Muhammadiyah, dan jangan hidup di Muhammadiyah, ajaran KH Ahmad Dahlan, terpatri betul dalam jiwa Buya yang pernah jadi pucuk pimpinan organisasi itu.

Rumah yang dibelinya secara angsuran di Yogyakarta pun, lunas beberapa tahun lalu, sebelum dia pergi selamanya. 

Masya Allah. Teladan yang amat luar biasa yang kita dapatkan dari Buya kelahiran 31 Mei 1935 tersebut.

Dan memang, dalam buku Memoar Seorang Anak Kampung, karya Buya sendiri dia ceritakan pengalaman pahit dan manisnya kehidupan yang dilaluinya.

Tentunya, sikap demikian membuat Buya selamanya netral, dan tak pernah terpengaruh oleh kekuatan negara.

Baginya, nilai-nilai pluralisme dan nasionalisme, adalah bagian yang sangat penting dalam membangun peradaban Islam dan bangsa ini.

Sebenarnya dia bisa saja minta pihak rumah sakit Muhammadiyah itu melayani dia lebih dahulu dari pasien yang duluan antrinya dari dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun