Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Ketika Suhatri Bur Tampil Pakai Sarung

14 April 2022   02:10 Diperbarui: 14 April 2022   20:34 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Suhatri Bur tampil gagah dengan sarungnya yang kokoh. (foto dok medi hendra)

Tak banyak orang menyorot saat Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur, Selasa malam kemarin tampil pakai sarung di Masjid Syuhada Pasar Usang, dalam Safari Ramadhan khusus.

Mungkin karena mau shalat atau sedang di masjid, sehingga dianggap lumrah, dan tidak istimewa bagi seorang Suhatri Bur tampil menggunakan sarung.

Terlepas dari itu semua, sarung bagi siapa pun saat shalat adalah hal yang biasa. Namun, bagi Ketua PAN Padang Pariaman ini malam itu terasa istimewa sekali menggunakan sarung.

Sarung, menjadikan seseorang tampil bebas tanpa beban dan tekanan. Apalagi yang memakai sarung seorang ulama dan santri, semakin kokoh predikat sosial yang dia sandang.

Di pakai dalam beribadah, sarung seolah menunjang kenikmatan dan kesempurnaan dalam berubudiyah kepada Tuhan tersebut.

Tak heran, para ulama dan santri juga dikenal banyak orang sebagai kaum sarungan, karena senang dan suka pakai sarung.

Suhatri Bur yang mengaku pernah jadi "pakiah", sebutan lain dan kearifan lokal untuk santri yang mondok di pesantren berbasis surau, tentu sarung tak terasa asing baginya.

Paling tidak, Suhatri Bur ingin menunjukkan kepada kaum santri dan ulama untuk terus melestarikan budaya sarung, sebagai kekuatan marwah ulama dan santri itu sendiri.

Dan juga, dia ingin mengokohkan bahwa pesantren berbasis surau itu paling banyak ditemui di daerah yang sedang dia pimpin.

Hanya saja, penonjolan itu tidak pernah terjadi, dan terkesan tak pula ingin di kemukakan di tengah banyaknya komunitas yang lain tentunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun