Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Milenial Bertani di Tengah Hantaman Covid, Solusi Alternatif untuk Semangat Juang

5 November 2021   08:12 Diperbarui: 5 November 2021   08:39 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota Keltan Wartani yang rutin tiap pekan ke ladang mengajak milenial ikut bersama. (foto dok syamsul)

Mengajak anak muda bertani, apalagi yang telah populer sebagai anak milenial, tidak mudah. Tetapi tidak pula sulit. Tergantung orangtua dan lingkungannya.

Kalau dia mau, bagus. Jadilah mereka milenial bertani. Pengalaman Kelompok Tani (Keltan) Wartawan dan Warga Bertani (Wartani) di Kabupaten Padang Pariaman menyebutkan, paling susah anak muda diajak bertani.

Cerita awal menarik. Para wartawan muda ini paling getol ingin dibuatkan kelompok tani. Tapi setelah kelompok jadi, dan kegiatan mingguan di ladang telah dimulai, satu persatu anak milenial ini hilang dan menghilangkan diri.

Ada yang minta mundur dari kelompok dengan cara teratur, pamit di WAG milik bersama, dengan berbagai alasan, dan tentu ada yang hilang tanpa permisi.

Tinggal lagi kami yang menanggung ini. Di sebut menanggung, tua belum muda terlampau. Kami yakin tak lagi masuk kelompok milenial, meskipun ingin sebenarnya masuk komunitas itu.

Kejadian itu tentu dimaklumi saja. Wartani berladang jauh di bagian utara Padang Pariaman, itu di Koto Padang, kampung tersuruk nan jauh dari keramaian.

Tingginya pendakian, dalam dan terjalnya turunan yang ditempuh ke Nagari Sikucur Barat itu, membuat wartawan milenial ini tak mau lagi ikut berladang.

Paling tidak, dalam situasi normal dari Lubuk Alung ke Koto Padang menghabiskan satu setengah jam perjalanan dengan motor. Herannya, kenapa kawan yang Milenial dulu yang memilih mundur dan tidak lagi bergabung.

Yang namanya kelompok tani, berlandaskan sosial kemasyarakatan, tentu hal itu tak pula jadi kajian diskusi menarik oleh kawan wartawan yang terbilang senior ini.

Kita pulangkan saja kepada nasibbdan takdir yang membuat hal itu terjadi. Kini, berjalan hampir dua tahun kelompok ini, kolaborasi wartawan dan masyarakat ini tetap harmonis dan menggairahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun