Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Sarung Santri Mewarnai Gedung Wakil Rakyat

2 November 2021   11:47 Diperbarui: 2 November 2021   19:19 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FPKB DPR RI yang memakai sarung saat rapat di dewan. Ini momen Harlah Fraksi PKB yang ke-22 dan Hari Santri. (foto dok fraksi pkb dpr ri)

Sarung warna hijau yang dipakai secara bersama dan seragam oleh Fraksi PKB DPR RI itu tampak mewarnai gedung wakil rakyat, Senin (1/11/2021). Langsung Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar yang juga Ketua Umum DPP PKB yang memotorinya. Momen demikian dilakukannya untuk merayakan Harlah FPKB yang ke-22, dan peringatan Hari Santri Nasional, sekaligus syukuran atas diterbitkannya Perpres tentang dana abadi pesantren.

Gus Muhaimin Iskandar, begitu Panglima Santri ini mempopulerkan dirinya di tengah masyarakat, tentu merasa tidak ganjil memakai pakaian kebesaran dan tradisi santri tersebut. 

Muhaimin memang santri, lahir dan besar di lingkungan pesantren. Hanya saja, sedikit tempang dan ganjil, ketika sarung dilekatkan, sepatu dan jas pakai dasi disertakan juga. Tapi tidak juga. Mungkin ini gaya santri milenial.

Tentu, Gus Muhaimin bersama personil dan anggota FPKB ingin menunjukkan kepada seluruh santri, bahwa ketika santri sudah jadi alumni, atau sudah berkiprah di luar sana, jangan sampai menghilangkan identitas kesantriannya. Identitas yang disimbolkan dengan sarung, banyak mengandung manfaat dan faedah bila ikhlas dipakai dalam keseharian.

Shalat yang lima waktu bila kita lakukan dengan pakai sarung akan terasa lebih pas dan khusuk, ketimbang dengan pakai celana panjang. Itu sebabnya, sarung di kalangan santri sudah tidak asing, dan bukan barang baru. Pakaian itu tradisi yang tidak disuratkan. Terlaksana secara alami, dan tidak pula jadi kewajiban.

Artinya, memakai sarung terkandung ikatan dan pesan moral yang amat sangat mendalam. Tak pakai sarung tak pula ada sanksi atau denda di kalangan santri yang tengah mencemplungkan dirinya larut dalam ilmu agama di pesantren. Hanya, ketika kita datang dan berkunjung ke pesantren, ikut shalat berjemaah, kita merasa kikuk sendiri, karena satu-satunya kita mungkin yang shalatnya tidak pakai sarung.

Tradisi moral yang dalam ini pula agaknya yang ingin disampaikan Gus Muhaimin Iskandar di kalangan politisi yang tengah berdebat tiap sebentar di gedung parlemen. Pesan moral yang dilandasi oleh kaedah agama dan tradisi pesantren, menjadi contoh tersendiri agar bisa dimaknai secara luas oleh wakil rakyat yang datang dari berbagai agama dan partai politik.

Ketika sarung santri masuk DPR. Setidaknya, Gus Muhaimin bersama FPKB memberikan semangat dan motivasi tersendiri bagi santri untuk terus bangkit dan berkontribusi kepada bangsa dan negara ini. Santri tak boleh larut dengan sarungnya. Pakailah sarung itu dimana dan kapan saja, tetapi pikiran dan wawasan harus berkembang luas, sesuai perkembangan zaman. Sarung tak boleh menghabat santri untuk maju dan tampil ke muka, tegak lurus membela kepentingan masyarakat banyak, menegakkan nilai-nilai Islam rahmatan lilalamin.

Apa yang dilakukan Gus Muhaimin hari ini bersama FPKB, tentu tidak serta merta. Ada dasar dan pijakan yang mantap. Ada warisan leluhur yang dibawanya, untuk masa depan partai yang didirikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 23 Juli 1998 ini. Gus Muhaimin ingin mengajarkan kepada rekannya di PKB, betapa anggota dewan dulu, terutama ulama dari Partai NU yang kokoh memakai sarung saat bersidang dan berpleno di dewan.

Seperti kisah KH Wahab Hasbullah, yang dengan gagahnya pakai sarung mengendarai motor Harley Davidson. KH Bisri Syamsuri yang tak pernah menanggalkan sarungnya, dalam berbagai momen.

Serta banyak kisah kiai besar lainnya yang khas dengan sarung dan kopiahnya. Semuanya memberikan keteladan tersendiri tentunya oleh santri zaman kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun