Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cegah Pelecehan Seksual dengan Mengembalikan Suasana Kehidupan Surau

13 Juni 2021   21:09 Diperbarui: 15 September 2021   19:28 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Raya Lubuk Bareh, salah satu masjid tertua di Padang Pariaman. Di samping untuk beribadah, masjid ini juga berfungsi untuk mengajari akhlak dan moral masyarakat, sekaligus tempat mengaji bagi anak-anak. ( foto dok facebook uncu anas)

Pelecehan seksual, salah satu perbuatan yang paling trend saat ini dalam penyebutan perbuatan buruk yang dilarang dalam agama. Sama tenarnya dengan narkoba, dan korupsi.

Namun, pelecehan seksual sepertinya kita diajak untuk memuluskan dan menghormati kaum perempuan. Bila kita sebut pelecehan seksual, bayangan kita perempuan tersebut "dipaksa" melakukan perbuatan keji itu.

Padalah, perbuatan itu banyak dilakukan atas suka sama suka. Kecuali yang korbannya perempuan dibawah umur, atau bapak tiri melakukan zina terhadap anak tirinya dalam keadaan tanpa persetujuan awalnya.

Betapa banyak dan merebaknya perbuatan zina yang didasari suka sama suka itu. Banyak dan hampir menimpa setiap kampung, tapi tak bisa dibuktikan, karena tak ada orang yang menyaksikan.

Dalam pembuktian hukum, butuh saksi. Kalaupun ada saksi, susah pula menjelaskannya dihadapan penegak hukum. Apakah perbuatan zina suka sama suka itu juga termasuk pelecehan seksual?

Namun yang jelas, perbuatan hubungan badan dengan lawan jenis yang tidak ada ikatan nikah, itu haram dan berzina namanya. Perbuatan demikian, sangat berdampak pada buruknya moral yang bersangkutan di tengah masyarakanya.

Baik yang laki-laki maupun yang perempuannya. Dalam Quran dijelaskan, bahwa perempuan pezina tidak akan kawin, kecuali dengan laki-laki pezina pula. Begitu Tuhan memberikan gambaran, betapa buruk perbuatan zina atau pelecehan seksual tersebut.

Fakta yang terjadi seperti demikian di tengah masyarakat, menjadi kewajiban yang perlu diperkuat lagi penyampaian pesan agama oleh ahli agama. Tegakan amar makruf nahi Munkar di tengah masyarakat.

Memang ada saksi di suatu kampung yang menjadi kearifan lokal terhadap pelaku zina ini. Tapi itu belum membuat efek jera. Sebab, sanksinya masih ringan.

Kalaupun ada yang disuruh pergi dari kampung itu keduanya, juga dinilai tak kuat dianggap oleh orang yang bermental pezina demikian.

Tak heran Presiden mencanangkan refolusi mental. Karena moral itu benar yang rusak saat ini. Yang paling bahaya itu, perzinaan terjadi dan menimpa bagi orang-orang yang disebut sebagai ahli agama, tokoh masyarakat, orang Siak kalau di Minangkabau.

Perubahan sosial kemasyarakatan saat ini juga cenderung orang tak lagi mengindahkan nilai-nilai dan tata krama yang berlaku sebelumnya.

Perbuatan buruk sudah dianggap biasa, dan banyak orang sudah membiasakan perbuatan buruk itu.

Agaknya perlu penguatan mental dan akhlak di tengah masyarakat. Suasana kehidupan surau di Minangkabau perlu dikuatkan kembali, agar moral masyarakat bisa baik dan lurus sesuai dengan norma adat dan agama yang memang melarang semuan perbuatan buruk, termasuk zina dan pelecehan seksual itu sendiri.

Kemudian penguatan pemberian sanksi terhadap pelaku. Artinya, ada perubahan kearifan lokal, agar masyarakat terhindar dari perbuatan buruk, seperti zina dan pelecehan seksual.

Kalau moral dan mental sudah diperbaiki, masyarakat yang sudah patut usianya untuk nikah, dengan sendirinya mereka melakukan ijab kabul. Tak perlu orangtuanya memaksa untuk nikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun