Dan yang tak kalah penting itu, mengingatkan kita semua, bahwa yang namanya hidup itu akan berakhir dengan kematian. Semua manusia dan yang bernyawa pasti akan merasakan yang namanya kematian.
"Mengaji pusaro, ya sekalian kita ingat-ingat jualah kematian. Mungkin hari ini kita mengajikan sanak famili kita yang duluan meninggalnya. Tahun depan, atau bulan depan, atau beberpa tahun lagi, giliran kita yang akan dikajikan orang seperti ini," ungkap orang Siak itu.
Bagi masyarakat yang tinggal di luar daerah Padang Pariaman, terutama di Sumbar momen ini sengaja dia pulang kampung. Apalagi kalau tak ada dunsanak kandung lagi di kampung, dia akan merasa terpanggil pulang hanya untuk hajatan mengaji pusaro.
Yang lebih menggairahkan dari mengaji pusaro, adalah makan bersama dengan hidangan ala kadarnya. Makan nasi tungkus daun, tentu menjadi khas tersendiri di pandam pekuburan tersebut.
Dalam satu nagari itu ada banyak pandam pekuburan. Kalau di Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, itu seluruh suku yang ada punya pandam pekuburan tersendiri. Dan setiap pandam itu melakukan mengaji pusaro. Kadang satu suku bisa dua, sampai empat pandam pekuburan saking besarnya suku itu dalam sebuah nagari.
Boleh dibilang, mengaji pusaro adalah kekayaan tradisi masyarakat Padang Pariaman yang dibungkus dengan nilai-nilai keagamaan. Mungkin sama juga dengan tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW dengan badikie dan malamang.