Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Merevisi Biang Kerok di Hulu Migas

17 September 2016   16:22 Diperbarui: 17 September 2016   16:39 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika langkah Kementerian ESDM merevisi PP No 79 Tahun 2010 sukses berjalan maka eksplorasi migas dipastikan kembali marak. PP inilah yang dinilai sebagai biang kerok lesunya iklim investasi industri di hulu migas. Memang masih ada sederet hambatan lain misalnya saja perizinan yang sangat panjang dan melelahkan itu. Namun, revisi itu bisa dinilai telah menyelesaikan separuh lebih masalah yang ada.

Industri hulu migas Indonesia saat ini memang tengah dilanda kelesuan yang mengkhawatirkan. Jumlah investor semakin menurun, salah satu  penyebabnya adalah ketetapan kewajiban bayar pajak, aturan cost recovery, dan harga minyak yang jeblok. 

Sementara itu, resiko investasi di bidang ini kini juga lebih besar karena sumber minyak lebih sulit didapat dibanding periode 70-80-90-an. Area eksplorasi mulai bergeser ke laut, dengan modal lebih besar, teknologi yang lebih canggih, dengan SDM yang lebih ahli pula. 

Contohnya, delapan perusahaan migas yang melakukan eksplorasi di Selat Makassar dan Sulawesi pada 2009-2013, harus berinvestasi sebesar US$1 miliar atau sekitar Rp13 triliun untuk mencari cadangan migas baru. Namun, kedelapan perusahaan itu belum juga berhasil menemukan cadangan yang ekonomis.

Jika eksplorasi berhasil menemukan sumber migas baru, semuanya bisa terbayar setelah sumur migas berproduksi. Sebaliknya jika yang ditemukan adalah lubang kering, investor yang harus menanggung semua pembiayaannya. Inilah resiko terpahit yang kemungkinan harus dijalani investor migas.

Kenyataan ini, sayangnya, agak terlambat diantisipasi misalnya dengan membuat kebijakan yang menarik bagi investor. Sebaliknya, pemerintah seolah asyik saja dengan aturan-aturan dalam PP No 79 Tahun 2010 dan juga deretan birokrasi perizinan yang sangat panjang itu. Hal ini masih ditambah lagi dengan "kemalasan" pemerintah memberikan insentif teknologi bagi industri ini.

Jika pemerintah serius ingin menarik lebih banyak lagi investor di hulu migas, kondisi yang dihadapi para investor itu seharusnya jadi perhatian. Artinya harus ada tawaran yang lebih menarik di mata investor sehingga resiko dan modal yang harus ditanggung seimbang dengan kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan. 

POTENSI MIGAS INDONESIA

Berdasar data SKK Migas, per Desember 2015 cadangan minyak kita hanya tinggal 3,6 miliar barel atau 0,2 persen dari cadangan minyak dunia. Cadangan ini akan habis dalam 10 tahun jika tak ditemukan sumber baru. Dari jumlah itu, yang berhasil diproduksi hanya sekitar 832.000 barel per hari, data Mei 2016. Sementara kebutuhan minyak mencapai 1,4 juta barel per hari.

Diperkirakan, Indonesia masih punya potensi cadangan minyak 43,7 miliar barel namun lokasinya berada di laut dalam  yang tingkat kesulitan eksplorasi dan eksploatasinya cukup tinggi. Inilah tantangan yang harus diatasi untuk bisa menggandeng investor yang tepat dan mampu secara teknologi.

Cadangan gas Indonesia, berdasar data BP Statistical Review of World Energy pada 2015,  di kisaran 100 TSCF atau setara 1,5 persen cadangan gas dunia. Produksi saat ini mencapai 2.383 MMSCFD, dengan konsumsi harian sekitar 1.264 MMSCFD. Cadangan gas 100 TSCF itu diperkirakan bisa untuk memenuhi kebutuhan 37 tahun dengan tingkat konsumsi saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun