Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudah Jangan Konpers Lagi; Jokowi Akan Ketemu SBY

4 Februari 2017   14:40 Diperbarui: 4 Februari 2017   15:16 3046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

APA YANG AKAN DIBICARAKAN

SBY sebelumnya mengaku ingin bertemu dengan Jokowi untuk membicarakan banyak hal. Biasanya, dalam pertemuan semacam itu, publik baru tahu isi pertemuan setelah pertemuan usai dan keduanya melakukan konpers. Tetapi, kali ini SBY rupanya merasa tidak perlu menunggu waktu itu tiba, untuk rakyat tahu. Dia sudah secara terbuka menyatakan merasa perlu bertemu Jokowi untuk membicarakan banyak hal terkait berbagai isu, terutama soal tuduhan yang selama ini diarahkan kepadanya.

Misalnya, tuduhan dia yang menggerakkan dan mendanai aksi 411 tahun 2016 lalu, tuduhan dirinya terlibat upaya makar, sampai tuduhan dia memerintahkan mengebom istana. "Oleh karena itu, bagus kalau saya bisa bertemu, sekali lagi blak-blakan apa yang terjadi, apa yang beliau dengar supaya ada dialog, mana yang benar, mana yang tidak benar," ucap SBY. ( kompas.com, 3/2/2017)

Sebagai orang awam, wong ndeso, saya penasaran mengapa SBY perlu membicarakan hal itu dengan Jokowi. Setahu saya, belum pernah ada tuduhan semacam itu dari pemerintah. Belum pernah ada pejabat yang bicara seperti itu. Kalau orang luar, macam pengamat politik Boni Hargen memang pernah menuduh SBY ada di balik aksi demo 411. Tetapi, Boni Hargen kan tak punya urusan dengan Jokowi.

Partai Demokrat juga telah melaporkan Boni Hargen ke polisi. Jadi masalah itu urusan SBY dengan Boni Hargen pengamat politik itu. Jadi, Jokowi dan pemerintah tak punya kaitan dengan itu. Karena itu, menjadi aneh ketika hal itu akan jadi bahan pembicaraan pada pertemuan Jokowi SBY.

Ini mungkin punya kemiripan dengan kasus persidangan Ahok saat menghadirkan Ketua MUI KH Ma'ruf Amin sebagai saksi kemarin. Tim penasihat hukum Ahok menyebut punya bukti adanya telepon dari SBY ke Ma'ruf Amin, sebelum Agus-Sylvi diterima di Kantor PBNU. Disebut, pembicaraan telepon itu menyangkut dua hal, yaitu permintaan agar Agus-Sylvi diterima di Kantor PBNU dan permintaan agar segera dikeluarkan fatwa MUI terkait kasus Ahok.

Nah, entah bagaimana pola pikir yang dipakai, SBY merasa percakapannya dengan KH Ma'ruf Amin disadap. Karena itu, dia meminta polisi, BIN, hingga presiden agar mengusut perkara ini. Bahkan Fraksi Partai Demokrat di DPR menggalang hak angket soal penyadapan ini.

Tentu saja, reaksi SBY ini terasa aneh. Bukti adanya percakapan itu kan tidak selalu berarti ada penyadapan telepon. Soal bukti ini yang tahu kan tim penasihat hukum Ahok, lha kok perkaranya digiring ke Jokowi. Ini agak mirip saat kasus Ahok baru tahap penyelidikan di kepolisian. Seharusnya masalah ini kan murni hukum dan domain pihak kepolisian, tapi demonya (411) malah diarahkan ke Istana. 

Karena itu, reaksi presiden Jokowi atas pernyataan SBY soal menyadap telepon ini cukup cespleng, "“Gini loh, saya hanya ingin menyampaikan yang kemarin itu kan isu pengadilan, itu isunya kan di pengadilan dan yang bicara itu kan pengacara. Pengacaranya Pak Ahok dan Pak Ahok. Iya ndak, iya kan. Lha kok barangnya dikirim ke saya,” ujar Jokowi terkekeh. (mediaindonesia.com, 3/2/2017)

Saat menanggapi aksi demo 411 lalu, Jokowi juga punya jawaban hampir senada, meski beda konteknya. "Yang saya lebih heran, ini kan masalah DKI. Ini urusan DKI. Lah kok urusannya digeser ke Presiden, ke saya? Coba kita pakai kalkulasi nalar saja. Ini ada apa? Lah kalau saya sih senyam-senyum saja," katanya. (detik.com, 13/11/2016)

Ya, diakui atau tidak ada kemiripan antara soal sadap-menyadap dan demo kasus Ahok November tahun lalu. Masalahnya di Ahok tapi digiring ke Jokowi supaya bertanggung jawab. Ibarat jurus, ada kemiripan pola serangan dan tujuan akhirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun