Mohon tunggu...
Dainsyah Dain
Dainsyah Dain Mohon Tunggu... Wiraswasta - Chief Education Officer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Chief Education Officer di Yayasan Pendidikan Nasional Swadaya, Bandung. Konsultan Komunikasi-sains: manfaat medis dan peluang bisnis Vernonia amygdalina alias daun afrika; DAIN Daun Afrika Inovasi Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyoal Selisih Ilmu Falak dan Ilmu Fiqh

21 Mei 2020   15:57 Diperbarui: 21 Mei 2020   17:42 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Hilal Jumat 22 Mei 2020. Sumber Planetarium Jakarta

Bagaimana kita menetapkan kalender bulan? Kesepakatan sains atau fiqh untuk menentukan penanggalan qomariah?
Soal peredaran benda langit terutama di tatasurya akan sampai pada istilah konjungsi atau ijtimak. 

Menurut wikipedia konjungsi adalah peristiwa yang terjadi saat jarak sudut (elongasi) suatu benda dengan benda lainnya sama dengan nol derajat, biasanya ketika diamati dari bumi.

Dalam pendekatan astronomi, konjungsi merupakan peristiwa saat matahari dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Pada saat tertentu, konjungsi ini dapat menyebabkan terjadinya gerhana matahari.

Bagi seluruh ahli falak, itu adalah akhir bulan atau bulan baru dalam sistem penanggalan yang berdasarkan peredaran bulan.

Ini adalah cerita sains. Tidak ada penjelasan mendalam ihwal ketetapan penanggalan dalam fiqh. Fiqh tidak memutuskan sistem penanggalan tp memaksa memutuskan sistem ibadah puasa. Setidaknya ini yang saya ketahui sepanjang mendengarkan uraian fiqh tentang penetapan tanggal 1 ramadlan dan syawal.
Dalam domain ilmu falak, akhir bulan disepakati ditandai dg bulan tidak tampak alias dimulainya bulan baru. Masalah muncul tatkala fiqh menggunakan dasar hukum pernyataan rosul tentang "melihat bulan" yang akrab disebut hilal.
Jadi, bulan baru itu mau menggunakan kriteria ilmu falak atau ilmu fiqh? Dg kriteria ilmu falak maka penanggalan di seluruh dunia (dan akhirat) menjadi sama untuk semua pemeluk agama maupun bukan pemeluk agama. Tidak ada perbedaan.

Jika fiqh dilibatkan, maka pada setiap konferensi benda langit harus selalu disebut mengacu pada penanggalan yang mana, sains (umum) atau fiqh (islam).
Bahkan sesama islam beda mazhab pewaktuan menjadi berbeda. Ormas di Indonesia sering bersepakat untuk tidak sepakat soal tanggal 1 waktu-waktu tertentu.
Dengan adanya klausul hilal (melihat bulan) maka keteraturan hukum Allah mengenai peredaran benda2 langit menjadi tidak teratur dalam penetapan penanggalan. Sebagai sarjana sains, yang beragama Islam, saya tidak rela. Kepastian hukum tuhan di alam semesta, yang ditunjukkan pada ilmu pasti, mesti sama pastinya dengan hukum tuhan dalam pengaturan hidup manusia beribadah. Kapan bisa?

Perbedaan Dalam Domain Fiqh

Di Indonesia, ada beberapa kriteria penentuan awal bulan hijriah. Pemerintah Indonesia sendiri, dalam hal ini Kementerian Agama RI menggunakan metode hisab imkanur ru’yah, yaitu metode yang seandainya telah diperhitungkan bahwa hilal berada pada posisi lebih dari 2 derajat di atas ufuk setelah matahari terbenam, meskipun hilal tidak terlihat, maka dianggap telah masuk awal bulan hijriah.

Nahdlatul Ulama, sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, menggunakan kriteria rukyatul hilal bil fi’li, yaitu mensyaratkan terlihatnya hilal lebih dari 2 derajat dengan mata telanjang.

Sedangkan Muhammadiyah menggunakan kriteria hisab wujudul hilal, yaitu mensyaratkan adanya hilal lebih dari 0 derajat di atas ufuk setelah matahari terbenam tanpa perlu ru’yah.

Fakta Melihat Bulan di Lapangan
Rekor dunia yang dicatat oleh Islamic Crescent Observation Project (ICOP) menyebutkan bahwa hilal dapat dilihat dengan mata telanjang pada ketinggian  6 derajat dari horizon dan elongasi (jarak antara hilal dengan matahari terbenam) 7,6 derajat pada Sya’ban 1410 H di Tennesse, Amerika Serikat. Catatan lain menyatakan bahwa hilal dapat dilihat dengan mata telanjang dengan ketinggian 4 derajat dari horizon namun dengan elongasi 19 derajat pada Rabi’ Al-Awwal 1411 H di Ashdod, Palestina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun