Untuk kesekian kali, ku pandang nyata  sebagai mimpi. Mimpi. Mimpi. Hanya mimpi.
Kesekian kali pula, Guling menggoyah-goyah tubuhku sambil berteriak "Heeee.... ini nyata. Bangunn!!!! Luka telah datang di depan pintu! Siapkan senyum manismu. Dan katakan, you are my best friend"
"Hee... ini nyata Mbokk..."
"Iya Tal." Sesingkat itu Tembok menjawab sambil sesenggukan meneteskan air matanya.
"Mbok... mbokyao pas Luka datang, kamu runtuhkan 2 atau 3 susunan batu batamu. Biar dia mampyuuuus. Aihhh.... mengapa hanya tangis yang bisa kau berikan? Menyebalkan." Namun, aku hanya mampu membatin, tanpa berani menyuarakan. Setelah aku telisik dengan kecanggihan alat cekat, cekot, cekit, ehhh ternyata masih ada tulisan takutlah pada Tuhan-Mu di syaraf-syaraf tubuhku.
"Pantesan, aku tidak pernah punya keberanian untuk membunuhnya. Arghhh....