Mohon tunggu...
Daimatus
Daimatus Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Produksi sebagai Dharuriyah

6 Maret 2019   00:25 Diperbarui: 6 Maret 2019   07:04 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Produksi sesungguhnya merupakan satu rangkaian dari kegiatan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan ekonomi lainnya, yaitu konsumsi dan distribusi. Ketiganya saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Akan tetapi, posisi produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan ekonomi. Tidak akan ada konsumsi bila tidak ada produksi, karena hasil dari kegiatan produksi adalah sesuatu yang dapat dikonsumsi.

Dalam menjalankan aktivitas produksi harus diperhatikan aspek kehalalan. Dalam ekonomi Islam tidak semua aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi sangat terkait erat dengan halal haramnya suatu barang atau jasa dan cara memperolehnya. 

Dengan kata lain, aktivitas yang menghasilkan barang dan jasa yang halal saja dapat disebut sebagai aktivitas produksi. Karena itu menurut M.M. Metwally, dalam sebuah perusahaan misalnya, asumsi-asumsi produksi harus dilakukan untuk barang halal dengan proses produksi dan pasca produksi yang tidak menimbulkan kemudharatan. Semua orang diberikan kebebasan untuk melakukan usaha produksi asalkan halal dan tidak menimbulkan kemudharatan itu. (Indri, 2015: 66-67)

Produksi sangat prinsip bagi keberlangsungan hidup dan peradaban manusia dan bumi. Maka sering disebut produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj akar kata nataja, yang secara harfiah dimaknai dengan ijadul sil'atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu'ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min'anashiral intajdhami naitharuzamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas). (Aravik, 2016: 101)

Produksi dapat meningkatkan kesejahteraan manusia dimuka bumi. Dalam ilmu ekonomi modern, kesejahteraan ekonomi diukur dengan uang, sedangkan dalam Islam kesejahteraan ekonomi terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dan keikutsertaan sejumlah orang dalam proses produksi.

Rasulullah mendorong umat Islam agar senantiasa berproduksi supaya mendapatkan dan menghasilkan sesuatu. Jika seseorang mempunyai lahan produksi, tetapi ia tidak mampu untuk melakukannya maka hendaklah diserahkan kepada orang lain agar memproduksinya jangan sampai lahan produksi itu dibiarkan sehingga menganggur Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

عَنْ جَا بِرقال, قَال رسول لله صلى الله عليه وسلم : (( مَنْ كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا , فَإٍنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يَزْرَعَهَاوَعَجَزَ عَنْهَا , فَلْيَمْنَحْهَا أَخَاهُ الْمُسْلِمَ وَلَا يُؤَا جِرْ هَا إِيَّاهُ)) 

 “Dari Jabir r.a, katanya, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mempunyai sebidang tanah, maka hendaklah ia menanaminya, jika ia tidak bisa atau tidak mampu menanam,i maka hendaklah diserahkan kepada orang lain (untuk ditanami) dan dan janganlah menyewakannya”. (HR. Muslim)

Hadis di atas menjelaskan tentang pemanfaatan faktor produksi berupa tanah yang merupakan faktor penting dalam produksi. Tanah yang dibiarkan begitu saja tanpa diolah dan dimanfaatkan tidak disukai oleh Nabi Muhammad karena tidak dimanfaatkan bagi yang punya dan orang-orang di sekelilingnya. Sebaiknya tanah itu digarap untuk dapat ditanami tumbuhan dan tanaman yang dapat dipetik hasilnya ketika panen dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan. Penggarapan bisa dilakukan oleh orang yang mempunyai tanah atau diserahkan kepada orang lain. Dalam hadis diatas, Nabi menganjurkan agar umat Islam menggarap tanah yang dimilikinya agar berproduksi biji-bijian dan buah-buahan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan hajat hidup orang banyak. Nabi melarang membiarkan aset produksi yang berupa tanah menganggur tanpa sentuhan penggarapan karena disamping mubazir juga dapat mengurangi tingkat produksi pertanian. Menurut Ibnu Hasan al-Syaybani (132-189 H/750-804) pekerjaan manusia dibagi menjadi empat yakni: ijarah (sewa menyewa), tijarah (perdangan), zira’ah (pertanian), dan shina’ah (industri). Menurutnya, lapangan perkerjaan yang terbaik adalah pertanian.(Indri, 2015: 66-67)

Faktor-faktor produksi dalam Islam 

Dalam aktivitas produksinya produsen mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang atau jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi, faktor produksi dibedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan variabel tetap (variabel input). Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada atau tidak adanya kegiatan produksi, faktor produksi itu haruslah tetap tersedia. Sementara jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya. Makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun