Mohon tunggu...
Dahlan Khatami
Dahlan Khatami Mohon Tunggu... Lainnya - blablablabla

Hanya menulis yang terlintas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saat Si Miskin Terbakar Berharap Agar Terusir dari Tempat Tinggalnya

21 Mei 2022   14:22 Diperbarui: 27 Mei 2022   14:00 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Matahari meninggi menyeringai dengan sinarnya pada mata siapa saja saat di luar ruangan. Ibadah puasa sedang di penghujung waktunya menemani umat beragama. Pasar-pasar ramai dipadati pedagang yang menjajakan makanan dan pakaian baru untuk dibeli para pengunjung. Pandemi Covid-19 menerjang semua orang penuh ketegangan tak terkira.  Mengais sisa-sisa tabungan selama ini untuk membeli pakaian baru untuk menyambut hari raya lebaran. 

Tinggal di pemukiman padat yang jalan memasukinya melalui jalan kecil yang tersembunyi antara tembok dan rumah makan. Jalan yang cukup kecil hingga saat kendaraan roda dua melintas badan harus merapat serapat mungkin dengan dinding. Setelah keluar dari jalan kecil yang menghimpit jalan terdapat rumah-rumah saling berhadapan yang cukup membuat setapak jalan. Di atas jalan-jalan cahaya matahari menyinarinya karena terhalang papan-papan yang menjadi atap perumahan disana. Cukup gelap namun tidak pekat seperti malam tiba.

 

Semua warga pemukiman padat berperasaan berbunga-bunga menyambut hari raya lebaran. Meski di tengah pandemi tradisi pulang ke kampung halaman tidak terhalangi.  Tekad bertemu sanak keluarga menggebu-gebu meski melewati berbagai macam tes Covid-19 yang merogoh kocek yang terbilang tidak sedikit. Pemukiman padat selalu diramaikan dengan anak-anak hingga remaja untuk bermain sesamanya. Riuh suara menjadi penghias hari-hari yang berat sebagai yang terbilang penghuni kelas menengah bawah mungkin bawah, dasar dari susunan kelas sosial.

Pemukiman padat yang terpojok oleh perumahan mewah untuk kalangan yang terbilang elit. Menjadi keterasingan di tengah dinamika ibu kota yang disibukkan oleh aktivitas tiada henti. Hari-hari semakin mendekati hari raya lebaran satu per satu meninggalkan sementara pemukiman ini. Hanya membawa pakaian seperlunya, uang secukupnya dan oleh-oleh kue lebaran untuk keluarga di kampung halaman. Suara-suara riuh menemani hari-hari seketika hening begitu berbeda dari biasanya.

Beberapa orang yang tidak memiliki cukup uang menetap di pemukiman padat. Untuk merayakan hari raya lebaran bersama mereka yang tidak pulang ke kampung halamannya. Siang yang tanpa matahari dan malam lebih pekat dari orang-orang biasanya. Namun cahaya lampu yang terpajang menyinari sepanjang jalan sempit tempat semua orang berlalu-lalang. Memudahkan aktifitas di malam hari untuk menikmati sisa waktu yang dimiliki dari bekerja sepanjang hari. 

Saat malam hari raya lebaran tiba semua orang seketika menghilang hanya ada sunyi yang berada. Tidak ada sepeser pun suara yang terdengar menjadikan rasa sepi menyambangi. Namun di luar jalan kecil yang diapit dua tembok terdapat orang-orang yang memadati jalan raya. Entah merayakan bersama kerabat atau merayakan dengan meninggalkan ibu kota. Ibu kota yang menjadi tempat semua orang berjibaku mengundi nasib lebih baik. Di tengah keramaian ada kesunyian begitu kiranya kondisi ibu kota saat lebaran di pemukiman padat nanti. 

Pada malam penuh sambutan segelas plastik kopi panas menjadi teman untuk saat ini. Melihat keramaian di luar jalan kecil mengingatkan ramainya pemukiman padat penuh cerita. Meski digolongkan kelas menengah kebawah bahkan kelas bawah yang menghuni tingkatan sosial masyarakat. Tidak peduli dengan penilaian standar yang terasa memojokkan kondisi yang dialami. Kehidupan selalu dijalankan dengan senang hati penuh harapan. Kebahagiaan selalu dimiliki dengan menikmati segala yang dimiliki. Harapan, selalu membuat hari demi hari bahkan detik demi detik terasa lebih baik bahkan tanpa beban meski tuntutan selalu mengintai. Ciki di warung bersanding dengan segelas plastik kopi panas tiada sisa hingga mata sudah mulai terasa berat. Ada baiknya kembali ke rumah untuk tidur karena esok pagi harus sholat ied bersama keluarga dan semua orang di Lapangan. 

Pagi ditandai dengan bunyi alarm di handphone membangunkan dari tidur yang panjang. Waktu menunjukkan pukul lima pagi dan belek masih menghinggapi mata. Mengambil handuk menggantungnya di atas pintu kamar mandi yang dari triplek. Triplek yang masih kering menandakan belum ada yang menggunakan kamar mandi sebelumnya. Keran menyala dengan kencang untuk mempercepat air memenuhi ember bekas cat yang menjadi bak mandi. 

Menyetrika baju koko di atas lantai dingin. Setelah selesai menyetrika mengenakan baju koko dengan celana pendek berwarna hitam. Dibungkus oleh sarung bermotif kotak berwarna biru. Waktu menunjukkan pukul enam pagi menjadi saat yang tepat untuk menuju Lapangan. Di sana semua orang berkumpul dari berbagai domisili untuk menunaikan sholat ied bersama. Hari raya lebaran menjadi momen tepat untuk bersilaturahmi pada semua kerabat dekat bahkan yang paling jarang ditemui. 

Ketupat sayur dipadu dengan semur daging atau pun opor ayam. Menjadi hal yang tidak dapat absen dalam perjamuan. Air mineral dalam gelas plastik menjadi sandingan tepat setelah makan. Bertanya kabar, bertukar cerita dan bersenda gurau semua dalam keceriaan hari raya lebaran. Sejak selesai sholat ied hingga menjelang malam tiba orang-orang bertamu silih berganti seperti tidak ada habisnya. Setelah sepi yang tersisa seperti ada waktu istirahat untuk meredam segala bentuk obrolan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun