Mohon tunggu...
Daffa Rizqi Prayudya
Daffa Rizqi Prayudya Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Perkenalkan saya Daffa seorang penulis. Saya menulis untuk menjelaskan fenomena - fenomena ekonomi dan mencoba menjelaskan dengan bahasa yang mudah. Saat ini, saya sedang menempuh studi S2 mengambil program Master of Applied Economics di The University of Adelaide, Australia

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Physical Attractiveness Stereotype : Diskriminasi di Pasar Tenaga Kerja

30 Mei 2020   21:41 Diperbarui: 31 Mei 2020   11:39 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thejobnetwork.com, diolah penulis

Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian terhadap physical attractiveness stereotype di pasar tenaga kerja. Kraft (2012) di dalam disertasinya dengan studi kasus 990 perusaah di Jerman menemukan bahwa orang yang lebih menarik memiliki 14 persen kemungkinan lebih besar untuk dapat diundang ke tahap wawancara.

Bahkan di dalam pekerjaan tertutup seperti riset, penampilan juga memiliki hubungan positif terhadap produktivitas riset (Fidrmuc & Paphawasit, 2018). Penelitian -- penelitian tersebut menekankan bahwa penampilan memang harus diperhatikan di dalam pekerjaan.

Namun, physical attractiveness stereotype akan memunculkan pendapat dan keputusan yang bias ketika membandingkan orang-orang dari tingkat daya tarik yang berbeda (Lorenzo, Biesanz, & Human, 2010). Hal tersebut dikarenakan kita akan terkecoh pada stereotip tersebut, padahal kandidat lain yang mungkin kurang menarik memiliki kemampuan yang lebih mumpuni

Di sisi lain, diskriminasi penampilan fisik yang menarik memang dibutuhkan untuk beberapa jenis pekerjaan tertentu. Pekerjaan tersebut merupakan posisi dengan tingkat paparan publik yang tinggi seperti news anchor dan orang marketing agar mereka dapat menarik segmen bawah (McElroy & DeCarlo, 1999; Shahani-Denning, 2003).

Namun, pekerjaan yang memang tidak memerlukan paparan publik yang tinggi harus mengatasi diskriminasi pada penampilan fisik. Hal tersebut dikarenakan agar perekrut dapat lebih objektif di dalam melihat kemampuan kandidat.

Sumber: matamata.com
Sumber: matamata.com

Pendekatan Solow Growth Model

Solow growth model merupakan model pertumbuhan ekonomi dan merupakan pengembangan dari fungsi produksi (Acemoglu, 2009). Model ini menjelaskan bahwa variabel tenaga kerja memiliki angka pengganda berupa edukasi. Edukasi di dalam variabel tersebut menggambarkan kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut.

Variabel tersebut juga dapat disebut dengan modal manusia. Model ini menunjukan bahwa tingkat output per kapita berhubungan positif dengan investasi modal manusia (Canarella & Pollard, 2011). Penjelasan tersebut dapat menunjukan bahwa semakin tinggi kemampuan tenaga kerja, maka output yang diperoleh.

Peningkatan produktivitas tersebut akan berimbas ke dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, namun terdapat fenomena physical attractiveness stereotype di dalam proses perekrutan tenaga kerja.

Fenomena tersebut dapat menurunkan potensi output yang dapat diraih di suatu negara. Hal tersebut dikarenakan potensi kandidat lain yang mungkin akan lebih baik tertutup dengan kandidat yang kurang menarik secara penampilan apabila terjadi di jenis pekerjaan yang kurang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun