Mohon tunggu...
Daffala Viro Hidayat
Daffala Viro Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo Semuanya, Selamat Membaca!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efektifkah Pembelajaran Jarak Jauh?

1 Agustus 2021   12:50 Diperbarui: 1 Agustus 2021   13:18 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelajaran Jarak Jauh (freepik)

Pandemi virus Covid-19 telah melanda Indonesia selama hampir 1,5 tahun sejak tahun 2020 lalu. Pemerintah pun menerbitkan PSBB dan PPKM untuk mencegah serta menekan kenaikan jumlah orang yang terinfeksi virus ini. Akibat dari aturan pemerintah tersebut, sebagian besar aktivitas orang dibatasi. Mulai dari berjualan, makan di tempat umum, pernikahan, dan bahkan sekolah ataupun kuliah.

Dalam kondisi pandemi ini, sekolah maupun kuliah terpaksa harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau secara daring. Pembelajaran secara daring dilakukan dengan menggunakan media smartphone atau latop/PC. Pemberian materi serta interaksi antara guru dan murid biasanya dilakukan dengan menggunakan aplikasi Zoom, Gmeet, atau Whatsapp. Tugas - tugas yang diberikan pun dilakukan secara daring melalui Google Classroom atau sejenisnya. Lantas, apakah pemberlakuan PJJ memberikan dampak positif bagi pelajar dan juga mahasiswa? Atau justru malah memberikan dampak yang negatif?

Hasil survei dari KPAI menyatakan bahwa sebanyak 78% siswa menginginkan pembelajaran tatap muka dikarenakan kesulitan pada beberapa materi dan praktikum yang tidak cukup bila hanya dipelajari secara daring. Terkadang ada beberapa materi yang memang perlu untuk dipelajari secara tatap muka, salah satunya matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak cukup bila hanya diberikan secara daring saja. Karena tidak semua murid dapat memahami pelajaran tersebut. Diperlukan pembimbing disampingnya agar dapat mudah bertanya secara langsung bila kesulitan.

Dan sebanyak 77,8% mengeluh karena tugas yang menumpuk karena diberikan secara bersamaan dan dengan waktu yang sempit. Mereka mengeluh karena pemberian tugas yang banyak dibandingkan dengan pemberian materi. Disamping itu, tugas yang diberikan pun kadang diberikan tenggat waktu yang sempit. 

Banyak juga diantara mereka yang mengalami keluhan seperti sinyal koneksi internet yang lambat. Hal itu dialami oleh mereka-mereka yang berada di pelosok atau di pedesaan yang kurang mendapat dukungan sinyal internet. Selain itu, kuota internet yang diperlukan untuk pembelajaran jarak jauh itu tidaklah sedikit serta biaya penggunaan internet yang melonjak tinggi. Sehingga mereka pun mengusulkan pemerintah untuk memberikan kuota gratis tiap bulannya.

Berdasarkan hasil survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa banyak siswa-siswa yang mengeluh terhadap pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ini. Mereka mengeluhkan tugas yang menumpuk, kurangnya pemahaman dalam belajar, serta kuota internet yang mahal. Bagaimana tanggapan pemerintah akan hal ini?

Menurut data hasil survei KPAI, pemerintah telah memberikan beberapa solusi untuk masalah tersebut. Pertama, Kemdikbud dan Kemenang mendorong para guru untuk menggunakan platform Rumah Belajar dan Program Belajar dari rumah yang disiarkan di Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI). Rumah Belajar merupakan platform pembelajaran dari Kemendikbud yang menyediakan bahan belajar serta berbagai fasilitas komunikasi antar komunitas dan dapat dimanfaatkan mulai PAUD, SD, SMP, hingga SMA. Untuk mahasiswa, disediakan media pembelajaran dari universitas masing-masing.

Kedua, pemerintah telah memberikan kuota gratis kepada para pelajar yang telah didaftarkan oleh sekolahnya. Sehingga masalah kurangnya serta mahalnya kuota internet dapat teratasi. Kuota yang diberikan sekitar 12 GB per bulan untuk PAUD, Sekolah Dasar, dan Menengah. Untuk mahasiswa dan dosen akan diberikan subsidi kuota sebanyak 15 GB per bulannya.       

Ketiga, Dalam melaksanakan PJJ, para guru sebaiknya tidak hanya terfokus pada pembelajaran dan penilaian koginitif saja, tetapi harus juga menyeimbangkannya dengan aspek afektif yang berbasis pada pendidikan karakter. Para guru tidak hanya memberikan tugas saja melainkan juga harus memberikan pembelajaran berbasis karakter misal dengan menciptakan suasana efektif dan menyenangkan serta dapat mengembangkan seluruh aspek dimensi siswa secara holistik.

Sumber

https://bankdata.kpai.go.id/files/2021/02/Paparan-Survei-PJJ-KPAI-29042020_Final-update.pdf

https://ihf.or.id/id/pendidikan-holistik-berbasis-karakter/

https://belajar.kemdikbud.go.id/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun