Hari Film Nasional (HFN)Â yang diperingati setiap 30 Maret menjadi momen refleksi bagi perjalanan perfilman Indonesia sejak produksi Darah dan Doa (1950). Tahun ini, peringatan HFN ke-75 mengusung tema "Sejuta Kisah Satu Indonesia", yang menegaskan bahwa film adalah cerminan keberagaman dan persatuan bangsa Indonesia.
Film Indonesia selalu berkembang dari waktu ke waktu, tak terkecuali film sejarah. Film Indonesia yang berbasis sejarah kini telah menjadi bagian dari genre yang paling digemari oleh masyarakat, meski masih lebih banyak yang suka horor.
Di negara kita, film-film yang berusaha merekonstruksi peristiwa, tokoh, dan kehidupan masa lalu tidak hanya telah menarik minat penonton, tetapi juga berperan dalam membentuk kesadaran sejarah bagi bangsa kita yang masih banyak "buta sejarah".
Lalu, seberapa jauh sih, film mampu merepresentasikan sejarah secara akurat? Apakah film sejarah murni sebagai hiburan saja, atau sebenarnya memiliki dampak terhadap pemahaman sejarah yang berkembang di masyarakat?
Film sebagai Sarana Edukasi Sejarah
Seiring perkembangan teknologi audio-visual dan CGI, film menjadi salah satu media utama dalam menyampaikan sejarah-sejarah tiap bangsa. Banyak orang mengenal peristiwa sejarah bukan dari buku pelajarannya, tetapi dari film-film yang mengangkat kisah masa lalu.
Misalnya, film berjudul Gie (2005) yang menjadi wadah pengenalan bagi anak muda terhadap tokoh aktivis mahasiswa era 1960-an yang kritis dan berani, yaitu Soe Hok Gie. Begitu pula, film Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015) yang berhasil menghidupkan kembali perjuangan H. O. S. Tjokroaminoto dalam membangun kesadaran nasionalisme saat pergerakan nasional melawan penjajahan Belanda masih berlangsung.
Menyaksikan kedua film di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa film sebenarnya dapat meningkatkan pengetahuan faktual dan keterampilan analisis sejarah bagi para penontonnya. Akan tetapi, tetap muncul pertanyaan di benak kita: apakah penonton dapat membedakan antara fakta dan fiksi yang tampil di setiap film sejarah? Karena jika tidak, terdapat risiko yang cukup besar, di mana pemahaman sejarah yang ada di masyarakat akan menjadi bias atau bahkan keliru.
Kesadaran Sejarah dan Pentingnya Konteks dalam Film Indonesia
Kesadaran sejarah bukan sekadar menghafal fakta dan tanggal, tetapi juga memahami konteks dan relevansi sejarah tersebut dalam kehidupan saat ini. Dalam film Gie (2005), misalnya, tokoh utama, Soe Hok Gie, saat itu benar-benar mengalami langsung pergolakan politik Indonesia di era Demokrasi Terpimpin-nya Presiden Sukarno.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!