Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia

7 Februari 2025   09:58 Diperbarui: 7 Februari 2025   09:58 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Sang Kiai, yang menggambarkan peran ulama dalam memperjuangkan kemerdekaan. (Sumber Gambar: Langit7.id)

Pendahuluan: Inspirasi dari Jiwa dan Makna Sejarah

Buku Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama & Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia karya Ahmad Mansur Suryanegara merupakan karya monumental yang berisi penggalian sejarah Islam di Indonesia, khususnya peran sentral para ulama dan santri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Buku ini terinspirasi dari karya RKH Abdullah bin Nuh yang membahas sejarah Islam di Jawa Barat hingga Zaman Keemasan Kesultanan Banten.

Buku ini tidak hanya memaparkan tentang dakwah Islam dan aktivitas ekonomi, tetapi juga menunjukkan bagaimana keduanya melahirkan kekuasaan politik Islam yang kemudian memainkan peran besar dalam sejarah Indonesia. Dari jalur perdagangan, masjid-masjid, hingga pesantren, para ulama dan santrinya telah terlihat nyata berperan aktif dan berkontribusi dalam membangun kesadaran politik, kebangsaan, dan agama yang akhirnya memuncak dalam berbagai momen bersejarah, seperti Deklarasi Djuanda, Proklamasi Kemerdekaan, dan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dakwah Ulama, Pasar, dan Lahirnya Kekuasaan Politik Islam

Ulama tidak hanya dikenal sebagai penyebar dan pengajar agama Islam di pesantren-pesantren dan langgar-langgar, tetapi juga sebagai pelaku ekonomi yang mengintegrasikan dakwah dengan sektor perdagangan. Masjid-masjid dan pesantren-pesantren telah menjadi pusat aktivitas keilmuan (pusat pendidikan) sekaligus pusat perekonomian.

Hasilnya, lahir sekitar 40 kesultanan Islam di Nusantara, yang berfungsi sebagai pusat kekuasaan politik Islam. Salah satu tonggak penting dari perjuangan ini adalah lahirnya Deklarasi Djuanda (13 Desember 1957) yang memperluas batas wilayah laut Indonesia, sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara dengan batas wilayah terluas di dunia dengan bentuk geografis kesatuan-kepulauan. 

Melalui peran dalam bidang dakwah, pengaderan politik, dan perekonomian para ulama, mayoritas masyarakat tidak hanya menjadi pemelik Muslim di Nusantara, tetapi juga memiliki kesadaran politik yang mendalam untuk berjuang melawan penjajah Belanda yang kafir dan rakus. Kesadaran inilah yang menjadi dasar bagi Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, yang juga bertepatan pada tanggal 9 Ramadhan 1364 H.

Peran Ulama dalam Perumusan Pancasila dan UUD 1945

Ulama juga memainkan peran yang sentral dalam perumusan dasar negara dan konstitusi Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ulama seperti K. H. Wahid Hasyim (ayahanda Presiden K. H. Abdurrahman Wahid), Ki Bagus Hadikusumo (perwakilan Muhammadiyah), dan Mr. Kasman Singodimedjo (perwakilan ulama yang menjadi tentara PETA), bersama tokoh Islam lainnya berupaya merumuskan dasar negara yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Konstitusi yang dihasilkan oleh para ulama nasionalis ini menunjukkan pengaruh nilai-nilai Islam dalam membangun kerangka negara modern yang berdaulat. Bab XI Pasal 29 UUD 1945 tentang Agama, misalnya, menjadi bukti nyata kontribusi pemikiran ulama dalam menjaga harmoni antara agama dan negara.

Bahasa Melayu sebagai Warisan Dakwah Ulama

Bahasa Indonesia pun demikian halnya. Sebagai bahasa persatuan yang berakar dari Bahasa Melayu Pasar yang digunakan ulama dan santri sejak abad ke-7, bahasa ini menjadi alat komunikasi antarpedagang yang berlatar belakang Muslim dan berkembang secara bertahap menjadi bahasa ilmu di pesantren serta bahasa diplomasi antarkesultanan. Penggunaan huruf Arab Melayu (tulisan Jawi) kemudian memperkuat posisi Bahasa Melayu sebagai bahasa dakwah dan komunikasi yang digunakan di negara kepulauan terbesar di dunia ini.

Fakta bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memproklamasikan kemerdekaannya dengan bahasanya sendiri merupakan hasil perjuangan panjang para ulama dan santrinya dalam membangun identitas budaya dan kebangsaan melalui bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia.

Sang Saka Merah Putih dan Simbol-Simbol Budaya

Begitu juga Bendera Nasional, Sang Saka Merah Putih, sebagai simbol negara yang sama-sama memiliki akar budaya dari para ulama. Warna merah dan putih yang digunakan dalam bendera nasional, berasal dari budaya masyarakat yang telah lama dipengaruhi oleh ajaran Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun