"Assalamualaikum, semuanya!" Terdengar suara seorang dosen dengan raut wajah yang menua, spontan semua warga kelas mengatur kembali posisi duduk mereka. Kelas terasa hening dan mencekam karena raut wajah dosen yang muram.
Sadar dengan kondisi emosional sang dosen, Sultan yang menjadi ketua kelasku langsung menjawab salam beliau, "Waalaikumsalam, Pak!" Ditambah dengan senyum kecil di wajahnya. "Baiklah," Suara pak dosen cukup dalam, "Bapak akan perkenalkan diri bapak terlebih dahulu. Nama saya Idris Fattah, saudara sekalian dapat memanggil bapak Idris."
Sudah menjadi tradisi kelas untuk menyambut dosen baru dengan jawaban bersama, "Baik, Pak Idris," Pak Idris langsung mengenalkan dirinya lebih lanjut dengan memberikan nomor telepon dan alamat surel beliau. Uniknya, sebagian teman-temanku malah sibuk mengobrol sendiri atau lagi-lagi menggenggam ponsel mereka.
Kuharap, apapun yang mereka lakukan sangat penting untuk hidup mereka dan bukan hanya senda gurau belaka.
Setelah Pak Idris memperkenalkan diri beliau dan menjelaskan mekanisme kuliah, Pak Idris langsung meminta perhatian para mahasiswa, "Semuanya, dalam pertemuan pertama kita kali ini, kita akan membahas sejarah pendidikan peradaban Islam," Pak Idris langsung membuka laptop pribadinya dan menyambungkannya ke proyektor di sebelah meja beliau. Di layar itu, muncul sebuah peta.
Lebih tepatnya, peta Andalusia, salah satu daerah yang diperintah umat Islam pada masa Kesultanan Umayyah.
"Apa yang kalian lihat di sini adalah sebuah daerah yang pernah dikuasai, atau lebih tepatnya diperintah, oleh umat Islam," Peta itu menunjukkan daerah yang nantinya menjadi tempat berdirinya negara Spanyol dan Portugal, ada warna hijau di bagian selatan daerah tersebut dan abu-abu di bagian utaranya. Pak Idris menunjuk bagian peta yang berwarna hijau, "Selain Andalusia, daerah ini dikenal dengan berbagai nama, ada yang tahu apa saja nama lain dari daerah ini?"
Kelas terlihat hening, sebagian dari mereka yang tak tahu hanya diam. Namun, sebagian mahasiswa lain memiliki inisiatif untuk langsung mencari jawaban di ponsel mereka.
Sebenarnya, aku tahu jawabannya. Namun, aku sudah sering menjawab pertanyaan sejak semester pertama kuliah dan aku tak begitu suka mengambil kesempatan orang lain untuk berkembang.
Dirasa terlalu lama, Pak Idris sempat menggelengkan kepalanya sebelum beliau melihat Saifuddin, salah satu temanku yang cukup pendiam dan jarang berbicara dengan seluruh mahasiswa kelas 3E, mengangkat tangannya.
"Pak, Andalusia juga dikenal sebagai Kesultanan Kordova atau Kordoba, Pak,"