"Ya sudah." Itulah jawaban kita tanda sepakat.
Setelah itu, langsung kutatap Pak Anwar, "Logistik dan Informasi, pak. Kami bisa membantu bapak untuk mengangkut barang bawaan bapak dan memberikan informasi kepada bapak mengenai kebudayaan masyarakat Jepang."
"Baiklah," Respon Pak Anwar sembari menghela napas, "Persiapkan diri kalian, kapal ini akan mencapai Pelabuhan Yokohama dalam waktu 15 menit."
"Siap, pak!" Serentak, kami langsung mempersiapkan barang kami dan mengamati seisi kapal untuk mempermudah tugas kami.
..............................................................................................................................
"Selamat datang di Yokohama!" Sambut ratusan orang nelayan di desa itu.
Ratusan, tidak, ribuan orang warga  menyambut kami di depan pelabuhan. Anak-anak desa sampai lansia ikut menyalami sang kapten dan ajudan kapal.
Sementara itu, kami mengangkut  peti kemas yang berat sekali, mungkin sekitar 100 kilogram dari besarnya peti yang dibawa, untunglah hal ini dapat diselesaikan dengan cepat menggunakan troli otomatis yang dapat berjalan sendiri dan derek besar dari sisi bawah kapal...
"Hah? Derek kapal? Derek kapal hanya ada di abad 21, bukan di zaman ini!"
Ya, aku tahu. Tapi apa yang kulihat ini memang benar ada di mataku sendiri. Bahkan, aku tak tahu bagaimana menjelaskan semua 'kecanggihan' yang sedikit membingungkan bagiku, mengingat buku-buku sejarah di zamanku tak pernah menyebutkan adanya teknologi yang canggih selain penemuan para ilmuwan masa lampau.
Berjalan ke dalam salah satu kota paling modern di Kekaisaran Jepang pada masanya, kami terus mendorong troli otomatis menuju apa yang bisa disebut sebagai sebuah gedung administrasi kota. Gedung itu terlihat lebih besar dan megah dari bangunan di sekitar kota, atapnya berwarna biru dan temboknya berwarna putih.