Mohon tunggu...
Daffa Ardhan
Daffa Ardhan Mohon Tunggu... Freelancer - Cerita, ide dan referensi

Menulis dalam berbagai medium, bercerita dalam setiap kata-kata. Blog: http://daffaardhan.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Membenci "Me Time" di Kala Pandemi

14 Mei 2020   10:25 Diperbarui: 14 Mei 2020   10:45 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika ada anjuran untuk tidak pergi kemana-mana dan tinggal di rumah saja, saya jadi kesulitan membedakan mana waktu untuk mengerjakan kewajiban, mana waktu untuk bersantai.

Rasa-rasanya, antara harus mengerjakan deadline dan waktu berleha-leha bisa terjadi di saat bersamaan. Saat mengerjakan deadline, selalu ada kecenderungan ingin rebahan. Tapi disaat terlanjur rebahan, inginnya fokus mengerjakan deadine.

Dikala pandemi ini, kita semua punya lebih banyak waktu untuk me time. Malah rasanya jadi over me time. Waktu untuk bersantai-santai ria jadi terasa berlebihan.

Me time yang biasanya dilakukan setelah menjalani kesibukan, sekarang justru keadaannya terbalik. Lebih banyak me time-nya daripada sibuknya.

Me time yang terlalu lama ini malah membuat saya jenuh. Sebanyak apapun hiburan di rumah, tetap saja saya merasa harus ada aktivitas diluar ruangan, terutama berinteraksi dengan orang lain (selain keluarga tentunya).

Setahu saya, tujuan utama me time adalah untuk mengembalikan energi, semangat, atau mood setelah setres menjalani aktivitas harian. Namun saat ini situasinya berubah. Me time-lah yang justru bikin setres dan kesibukanlah yang sekarang cari-cari demi menghindari kebosanan.

Dulu saya sempat mengatakan pada seorang teman kalau disaat semua orang harus di rumah, itulah waktu yang tepat untuk me time. Tapi dia tidak setuju. Dia merasa ini bukan me time, tapi seperti dipenjara di rumah sendiri.

Saya pikir, mungkin karena dia extrovert garis keras, jadi bagi dia di rumah dalam waktu lama itu rasanya tersiksa. Namun setelah sebulan lebih saya 'Di rumah aja', saya baru sadar kalau kata-katanya ada benarnya juga.

Saya merasa me time itu memang bukan hanya soal menghabiskan waktu di rumah saja. Me time itu masalah mencari suasana ternyaman bagi seseorang.

Hal ini juga dibenarkan oleh pernyataan seorang psikolog yang pernah saya dengar di sebuah podcast. Saya lupa siapa nama psikolognya. Tapi jelasnya, dia mengatakan, kebanyakan orang mempersepsikan me time sebagai waktu luang untuk sendiri.

Padahal me time itu harus juga disesuaikan dengan apa yang orang sukai. Misalnya, ada seorang pekerja kantoran yang merasa setres dengan pekerjaannya, lalu memutuskan berlibur sendirian ke Bali selama 3 hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun