Mohon tunggu...
Daffa Alif Andafi
Daffa Alif Andafi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Pemula

Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Pajak Hadiah sebagai Bentuk Penerapan Asas Convenience of Payment

25 Oktober 2021   08:05 Diperbarui: 25 Oktober 2021   12:53 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://v6w3h2w9.rocketcdn.me/wp-content/uploads/2014/03/034137800_1489228355-Kado1.jpg

Hadiah merupakan suatu pemberian pada seseorang sebagai bentuk penghargaan atas partisipasi maupun prestasi orang tersebut. Hadiah biasanya dijadikan sebagai daya tarik dan memikat banyak orang untuk meramaikan acara atau kegiatan yang diselenggarakan oleh suatu pihak. Dan tak jarang dari hadiah yang diberikan oleh pihak pelaksana tidak diterima secara utuh oleh pihak penerima, melainkan harus dipotong pajak hadiah.

Pajak hadiah bukanlah hal asing lagi bagi kita. Kebanyakan dari kita sering mendengar kata “hadiah dipotong pajak” melalui berbagai program bagi bagi hadiah yang disiarkan melalui stasiun televisi, atau mungkin beberapa dari kita pernah mengalami hal ini secara langsung saat menerima hadiah. Namun untuk lebih jelasnya, mari kita bahas apa sih yang sebenarnya dimaksud dengan pajak hadiah?

Pada dasarnya Pajak Hadiah merupakan bagian dari Pajak Penghasilan. Hadiah sebagai objek pajak penghasilan diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Hadiah dianggap sebagai penghasilan karena menjadi tambahan nilai ekonomi bagi penerimanya. Pajak atas hadiah ini kemudian dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai jenis hadiah yang dikenai dan pihak yang menerima hadiah tersebut. Hal ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 sebagai berikut.

Pertama, hadiah dari undian, merupakan jenis hadiah yang paling umum dan sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Atas hadiah ini dikenai pajak bersifat final sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPh dengan tarif 25%.  Maksud dari bersifat final di sini adalah penghitungan pajak dilakukan hanya dengan mengalikan besaran hadiah yang diterima dengan tarif 25% tersebut, tanpa harus mempertimbangkan hal lainnya dari penerima hadiah tersebut. Digolongkannya pajak hadiah atas undian sebagai pajak bersifat final dilakukan demi penyederhanaan dalam penghitungannya. Pajak hadiah undian tidak disetorkan langsung oleh penerima hadiah, melainkan dipotong dan disetorkan oleh pihak yang memberi hadiah tersebut.

Kedua, hadiah atas penghargaan perlombaan, hadiah sehubungan kegiatan, dan penghargaan, dikenai pajak dengan cara pemotongan tergantung dari siapa pihak yang menerima hadiah, diatur sebagai berikut :

  1. Penerima penghasilan adalah orang pribadi Wajib Pajak Dalam Negeri, dikenai PPh Pasal 21 sebesar tarif Pasal 17 UU PPh dari jumlah penghasilan bruto.
  2. Penerima penghasilan adalah Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap, dikenai pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah  bruto dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B dengan negara terkait.
  3. Penerima penghasilan adalah Wajib Pajak Badan termasuk Bentuk Usaha Tetap, dikenai pemotongan PPh Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh, dengan tarif 15% dari jumlah penghasilan bruto

Jika dilihat dari asas pemungutan pajak menurut Adam Smith yaitu Asas convenience of payment, pajak hadiah merupakan bentuk paling tepat dari penerapan asas ini. Yang mana Asas convinience of payment menjelaskan bahwa pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), salah satu contohnya saat wajib pajak menerima hadiah. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa dengan kondisi atau keadaan bahagia yang diperoleh wajib pajak saat menerima hadiah, dapat meminimalkan rasa keengganan wajib pajak untuk menyisihkan sedikit penghasilannya guna memenuhi kewajiban perpajakan.

Namun pada kenyataannya, banyak dari kita yang tidak setuju atau merasa keberatan jika atas hadiah yang kita terima atau dapatkan harus dikenai pajak hadiah. Akan timbul rasa tidak puas jika hadiah yang kita terima nilainya tidak penuh seperti yang telah dijanjikan pihak pemberi hadiah. Hal ini bertolak belakang dari apa yang diharapkan dengan menerapkan asas convinience of payment, di mana penerima hadiah merasa dirugikan dan beranggapan bahwa pemerintah dengan teganya memungut pajak dari masyarakat bahkan untuk penghasilan yang tidak seberapa nilainya seperti hadiah. 

Di sisi lain hal ini menimbulkan kerugian bagi pihak penyelenggara suatu event yang menjanjikan sejumlah hadiah bagi pesertanya. Yang mana dengan adanya pajak atas  hadiah ini menurunkan tingkat antusiasme peserta dengan menganggap bahwa besaran hadiah yang akan mereka peroleh tidak akan sama jumlahnya dengan apa yang telah dijanjikan pemberi hadiah.

Berbagai salah persepsi dalam memahami pajak memang akan sangat banyak kita jumpai dalam kehidupan. Upaya-upaya penanaman pemahaman pada masyarakat perlu untuk terus dilakukan untuk menghindari salah pemahaman yang beredar di tengah masyarakat. Pihak pemotong pajak pun dapat melakukan upaya demi menjaga antusiasme masyarakat mengikuti event berhadiah yang diadakan oleh pihak pemotong. Salah satu caranya adalah dengan menjanjikan hadiah dengan besaran tertentu yang telah dipotong pajak. Dengan begitu, dapat mengurangi rasa enggan bagi peserta untuk dilakukan pemotongan pajak atas hadiah yang mereka terima.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun