Mohon tunggu...
Damanhury Jab
Damanhury Jab Mohon Tunggu... Jurnalis - To say Is Easy, To Do is Difficult, To Understand Is Modifical

Wakil Ketua Penggiat Peduli Demokrasi Nasional serta Penggiat Literasi di Pelosok Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pandemi dan Dilematisme Bernegara

27 Juni 2021   13:09 Diperbarui: 27 Juni 2021   17:40 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kami takut Mati jika divaksin, tapi kami juga takut mati jika tak divaksin. Semuanya memang serba bikin bimbang. Semenjak wabah ini tiba di tanah air. Semuanya jadi berantakan. Pak Tukang Becak harus pakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak. Warung Kopi tak boleh lagi menampung pengunjung dengan jumlah banyak. Kantor diliburkan, Sekolah diliburkan, Perkuliahan diliburkan, Masyarakat di gaji, Hutang luar negeri menumpuk.


Amboi, semua semakin meresahkan. Inilah yang tengah kita hadapi sekarang, ternyata ilmu pengetahuan tak hanya dapat digunakan untuk membangun namun justru malah semakin mudah digunakan untuk membunuh dan menciptakan ancaman sosial baru dengan gaung yang lebih besar.

Namun, haruskah kita salahkan ilmu pengetahuan? haruskah kita salahkan juga profesor - profesor yang giat melakukan riset perkembangbiakan virus dan bakteri? atau kita salahkan negara yang tak berani ambil keputusan untuk membatasi akses transportasi udara yang mengantar si wabah tiba di tanah air?

Untuk menyalahkan profesor, kebijakan negara hingga perusahan transportasi tentu sesuatu yang sia - sia karena penulis yakin bahwa sebagian pembaca akan menolak untuk menyalahkan 3 pihak di atas karena biar bagaimanapun untuk menyalahkan negara di zaman ini harus siap mental dan amunisi atau siap dikurung lantaran dianggap sebagai penjahat. Sementara itu untuk menyalahkan para profesor-pun serba dilema. Jika tak ada penelitian bakteri dan virus maka tentu inovasi - inovasi baru untuk menopang pertanian hingga kesehatan tidak akan kita dapatkan.

Memang ada beberapa kelompok masyarakat yang meyakini bahwa negara wajib bertanggung jawab atas wabah ini. Tapi, yang perlu kita renungkan kembali bahwa kehadiran wabah ini diluar kendali negara maupun maskapai penerbangan karena saat itu bangsa ini sedang dalam keadaan baik - baik saja sehingga tak terpikirkan jika semuanya akan berujung seperti ini.

Jika seperti ini lebih baik kembali saja kita hidup di zaman kerajaan yang diktator namun tak ada wabah yang menakutkan seperti saat ini. Demikian puncak penyesalan ini muncul di benak beberapa warga negara yang sudah puyeng dalam menghadapai tekanan dan ancaman terhadap kenyamanannya di negeri ini.

Tentu saja itu semua tidak mungkin. Kita telah diikat dalam suatu kesatuan negara yakni Indonesia, negara yang kuat dan perkasa yang wilayahnya terbentang dari sabang sampai merauke. Ambalad sampai Pulau Rote.

Perlu kita sadari bahwa kebimbangan terbesar hari ini tengah dihadapi oleh negara ini. Kebimbangan ini bukan hanya milik kita namu telah menjadi pengganggu tidur para pembesar - pembesar di negeri kita dari Presiden hingga ketua RT.

Lantas, haruskan kita diam dengan keadaan ini? tetap berkeliaran dengan tidak mematuhi anjuran dan himbauan?

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beradab. Masyarakat yang ber-tatakrama.  Mari kita patuhi Protokol kesehatan dengan baik, kita patuhi himbauan - himbauan yang berisikan solusi untuk berperang melawan pandemi yang telah banyak merenggut nyawa manusia ini.

Indonesia harus bangkit dan melawan bersama dalam satu komando, satu suara dan satu pesan penulis, Jangan takut di vaksin lantaran konten pemberitaan yang kadang sedikit meresahkan hati kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun