Mohon tunggu...
Damanhury Jab
Damanhury Jab Mohon Tunggu... Jurnalis - To say Is Easy, To Do is Difficult, To Understand Is Modifical

Wakil Ketua Penggiat Peduli Demokrasi Nasional serta Penggiat Literasi di Pelosok Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cintanya, "Belenggunya"

24 Maret 2019   20:55 Diperbarui: 25 Maret 2019   23:16 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal apa yang paling menyakitkan selain cinta yang terpisah oleh dinding rasa? Ketika hati paksa ia tutup namun batin terus memberontak. Kenyataan memang sungguh tidak mengenakkan.

Adalah kisah seorang wanita yang tengah berpura - pura tersenyum dibalik kecamuknya bathin dan teriakan kesal dalam jiwa. Semua karna hilangnya keberpihakan Cinta pada mimpi dan asa yang terus ia bisikkan ketika malam bertahta.

Sementara berdoa agar semua kepura - puraan segera berlalu ia tetap berdiri kokoh dengan senyuman yang kini bukan lagi miliknya. Katanya, "Tidak ada yang perlu disalahkan. Bukankah cinta itu tidak untuk menyiksa?"

Lidah memang pandai mengelak dari kata hati, namun bahasa tubuh adalah sebuah kemutlakan yang tidak mampu disingkirkan dari apa yang terinstruksi oleh hati.

Dia mencoba memenjarai Cinta. Dia coba berjuang semampunya untuk menanggalkan gaun kasih yang telah Tuhan turunkan untuknya. Padahal kebahagiaan atas dirinya adalah yang perlu dia pertimbangkan.

Tengah dalam kepura - puraan itu aku melihat,  bahwa ternyata ego adalah permen  mentos yang terkurung dalam botol minuman bersoda atau bom waktu yang akan mengantarkan hati pada sebuah letusan yang menyisahkan pilu.

Aku bertanya, Mengapa kakinya tetap kokoh berdiri ketika belati dan bermacam senjata tajam tertancap pada tubuh mungil tak berdaya itu. Jawabnya kaki telah terikat oleh belenggu besi yang ia ciptakan dan aku rekatkan ke kaki. Seperti bunuh diri, tapi Cinta memang begitu. Semua yang terjadi karenanya terkadang sulit diterima oleh akal sehat.

Setidaknya dapat melihatnya tersenyum, atau menatapnya dalam hari - hariku aku cukup bahagia. Ah... Omong kosong apa lagi ini? Namun sekali lagi, Cinta memang pandai melahirkan bermacam keanehan.

Hingga waktunya tiba, ia ingin tetap terpasung dalam belenggu yang amat menyiksa itu hingga darah mengering dan luka perlahan hilang karna pagi akan segera menjemputnya. Padahal haknya adalah menjemput bahagianya.

Mungilnya jasad, Sucinya Jiwa dan Dalamnya Rasa. Memang selalu menuntut untuk tetap terjaga dalam mata air dari airmatanya.

Menanti Drama Berlalu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun