Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dilema Nelayan Patorani di Fak Fak

15 Juni 2017   11:57 Diperbarui: 15 Juni 2017   18:28 1553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perahu asal Takalar yang sedang diproses (foto:Syahri A. Raup/syahbandar KKP)


Kawasan pesisir dan laut amat kompleks dan rentan. Beragamnya latar belakang dan kapasitas pemangku usaha berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antara warga yang bermukim di sekitar lokasi eksploitasi dengan nelayan pendatang bahkan terhadap regulator. UU 23/2014 sejatinya adalah jawaban atas isu ini di mana wewenang bidang kelautan dari kabupaten/kota telah dilimpahkan ke Pemerintah Provinsi untuk menjamin sinergi dan kepastian pengelolaan.

Meski telah diundangkan sejak 2014, penerapannya tak semudah membalik telapak tangan. Masih terjadi multiftafsir penerapan dan ketidakpastian bagi pelaku usaha di berbagai level. Dua minggu lalu, dari Kepala Burung Papua, lima perahu nelayan pencari telur ikan terbang (patorani) asal Sulawesi Selatan ditahan satuan Polda Papua Barat di Perairan Fak Fak. Rombongan nelayan dari kaki Pulau Sulawesi itu mengaku telah memperoleh izin operasi namun oleh otoritas penegak hukum di Papua Barat dianggap melanggar. Siapa benar?

***

Penahanan 5 kapal nelayan dari ratusan yang beroperasi asal Sulawesi Selatan tersebut diperoleh saat penulis mengikuti kunjungan silaturahmi Kapolres Fak Fak, AKBP Gazali Ahmad, S.Ik, MH di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papau Barat di Manokwari, (Rabu, 14/06).

Suasana akrab, cair, penuh tawa terjadi saat perwira bermawar dua itu diterima Kabid Perikanan Tangkap, Semuel Kondjol, S.Ik serta Bastian Wanma A. Md.Pi, Kabid Pengelolaan Ruang Laut, Pengawasan SD Kelautan dan Perikanan. Hadir pula Roy Salinding dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang juga koordinator Satuan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Hadir pula Zulkifli Henan, Kepala Seksi Pengendalian Penangkapan dan Sumber Daya Ikan dan merupakan PPNS Perikanan berpengalaman di Papua Barat.

Telur ikan terbang adalah primadona ekspor. Telurnya merupakan bahan untuk cavyar Eropa dan sushi Jepang sehingga diminati pasar internasional. Harganya mencapai Rp. 400 ribu/kg kering di Fak Fak saat ini, bahkan jutaan saat diekspor. Inilah pemicu mengapa nelayan-nelayan tersebut nekat menempuh perjalanan jauh ke perairan Papua Barat. Satu armada nelayan ditaksir membutuhkan modal usaha antara 50-100 juta permusim (April-Juni). Sayangnya, mereka dianggap melanggar batas kewajaran eksploitasi. Di satu sisi, mereka mengaku mendapat izin dari kabupaten namun di level yang lebih tinggi dianggap menyalahi prosedur sebagaimana mestinya. Dilema!

Data DKP Papua Barat menunjukkan bahwa saat ini ada 446 perahu nelayan pencari ikan terbang asal Sulawesi Selatan (sekitar wilayah Galesong, selatan Makassar) di Kabupaten Fak Fak. Adapun kapal yang ditahan tersebut menurut penuturan Kapolres pada saat pemeriksaan hanya ditemui surat izin berlayar.

"Karena yang menangkap Polda, pasti ada dasar hukumnya. Dari lima yang ditangkap itu ada dua yang membawa telur ikan 20 kilogram dan tiga yang lainnya hanya sandar saja," terang Gazali. Bagi Gazali, jikapun ada yang perlu diklarifikasi itu adalah tentang ketepatan dasar penangkapan, apakah berkaitan dengan jalur operasi penangkapan yang tidak sesuai, perizinan atau hal lain. Apalagi nelayan-nelayan tersebut telah mempunyai pengalaman berusaha bertahun-tahun di Fak Fak dan merasa paham prosedur.

"Saya ke sini supaya punya gambaran, ini lho langkah-langkah yang sudah diambil," katanya. Kapolres menyatakan bahwa perwakilan nelayan pencari ikan terbang telah menemuinya di Fak Fak, mengeluh dan meminta keringanan mengingat kondisi ekonomi dan beban ekonomi yang ditanggung. Keberadaan nelayan asal Sulawesi Selatan ini telah berlangsung lama dan mereka mendirikan perkampungan di beberapa pulau dan kampung-kampung pesisir.

"Kasihan juga nelayannya, mereka harus mengambil kredit di bank, menggadai rumah hingga meminjam uang untuk kebutuhan operasi," ucap Gazali. Berkaitan dengan itu, Zulkifli Henan menyatakan bahwa penerapan dasar tuntutan sebaiknya tidak menggunakan jalur penangkapan, tetapi ke perizinan seperti merujuk ke Pasal 98 junto pasal 2 atau ayat 7 tentang perikanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun