Mohon tunggu...
nazir amin
nazir amin Mohon Tunggu... -

Suami dan ayah yang selalu betah di rumah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Anak Mama

3 April 2015   17:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:35 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

JADI ingat si bungsu yang ngekos untuk menyelesaikan kuliahnya, yang kini baru tahun pertama. Ia, perempuan. Cantik (Hmmm), seperti juga kakak dan ibunya (Hmmm lagi). Kami memiliki panggilan sayang, Dede untuknya, sesuai posisinya sebagai bungsu dari dua bersaudara.

Melepasnya dengan ikhlas untuk menetap di kamar kost dekat kampusnya, bukan perkara mudah. Ada perang bathin dalam hati kami, orang tuanya. Ada kekhawatiran sangat besar menggelayut di dada kami sebagai ortu. Biasa, ketakutan orang tua, seperti keluarga lainnya.

Maklum saja. Selama ini, untuk bangun salat Subuh saja harus berkali-kali gedar-gedor pintu kamar tidurnya. Untuk makan teratur saja, ia masih harus diingatkan. Merapikan tempat tidur, meja belajar dan kamarnya pun, belum becus. Belum lagi ini, belum lagi itu. Sekali lagi, biasa, ini kekhawatiran ortu.

Karena kampusnya jauh sekali dari rumah, dia terpaksa ngekos. Tidak seperti sang kakak yang ketika berkuliah sampai merampungkannya akhir tahun lalu, tetap bisa pulang pergi ke rumah kami.

Belum termasuk soal kerawanan kamtibmas. Mulai dari pergaulan bebas, bahaya narkoba, kawanan begal dan lain sebagainya. Membayangkannya saja bulu kuduk semua orang tua, seperti kami, pasti sudah berdiri.

Sekali lagi, ini kekhawatiran orang tua. Apalagi, sekarang semua harus disiapkan Si Dede sendiri. Makan-minum. Pakaiannya dan lainnya. Semua harus disiapkan dan dilakukannya sendiri. Tak ada lagi Si Bibi yang menyediakan makan-minum, dan pakaiannya sehari-hari, serta membereskan kamar tidurnya. Akh, sedihnya.

Tetapi, hampir setahun berlalu, Alhamdulillah, semua berjalan baik-baik saja. Bungsu kami betah di kamar barunya, di tempat kostnya. Ia kuliah dengan rajin dan tekun, sambil memuaskan keingintahuannya yang besar dengan mengikuti beragam kegiatan di kampusnya. Malah, di sela-sela kesibukannya, ia masih bisa mendedikasikan waktunya setiap hari minggu selama beberapa jam untuk mengajar anak-anak di sebuah komunitas. Luar biasa bungsu kami. (Oh ya, lain kali akan ada cerita tentang sulung kami yang juga luar biasa).

Yang sangat menggembirakan, prestasi akademiknya bagus, bagus sekali malah. Saat menerima hasil ujian semester satu, dengan riang ia memberitahukan indeks prestasinya yang tinggi; "Wah Dede cumlaude nih," katanya bercanda.

Ternyata bungsu kami bisa mengatasi semua masalahnya sendiri. Segala ketakutan atau bahkan kekhawatiran kami, sepertinya berlebihan.

Tiba-tiba saja bayangan si bungsu yang ngekos sendiri dekat kampusnya, berkelabat, subuh tadi. Di televisi yang menayangkan acara keagamaan (Islam), seorang jamaah mengeluhkan masalahnya. Anak si ibu diam-diam pindah kost. Ia malu karena ibunya sering datang, tentu untuk mengatasi kekhawatiran sebagai ortu itu.

Ternyata sikap itu salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun