Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Menjadi Pengacara Kasus Perceraian

24 November 2022   13:04 Diperbarui: 1 Desember 2022   01:48 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan rekan wartawan di PWI Jaya (foto dok Nur Terbit)

Cerita Hari Ini: Menjadi Pengacara Kasus Perceraian di Pengadilan

Sebagai advokat atau pengacara (sejak 2009) dengan latar belakang wartawan (sejak 1980), sudah pasti harus bekerja secara profesional. Baik dari sikap, perilaku maupun dari sisi administrasi profesi. Harus resmi, terdaftar, dan sudah disumpah.

Ya. Kapan harus "berbaju" pengacara dan menulis gugatan, atau pledoi untuk kepentingan klien. Kapan waktunya meliput dan menulis berita untuk kepentingan publik dan tugas sebagai pekerja media. Alhamdulillah, kedua profesi ini saya rasakan saling menunjang. 

Wawancara narasumber di lapangan sebagai wartawan misalnya, ternyata tak jauh beda jika sidang pemeriksaan saksi. Menginterview saksi, mengorek sebanyak mungkin informasi, atau berdebat dengan dasar dalil hukum dengan pengacara pihak lawan. Bahkan dengan majelis hakim sekalipun

Tapi namanya manusia biasa, ya saya tidak bisa lepas dari gejolak perasaan. Perasaan seorang pengacara yang berlatarbelakang wartawan. Terkadang, ikut hanyut dalam alur cerita yang dialami klien.

Salah satu contoh, saat mendampingi kasus perceraian dari klien di Pengadilan Agama (PA). Baik klien yang datang sebagai pihak suami atau pun pihak istri.

Misalnya, klien dari pihak istri meminta pendampingan untuk mengajukan permohonan gugat cerai ke suaminya. Tentu, isi surat gugatan lebih ke "sifat negatif" sang suami. Artinya, suami dituduh telah mendzolimi istrinya.

Sebaliknya jika pihak suami yang minta saya jadi advokat, pengacara atau kuasa hukumnya, isi surat gugatan cerai talaknya lebih ke "sifat negatif" sang istri. Antara lain, istri dituduh tidak menghargai suaminya.

Nah, ribet, kan? 

Narsis sebelum sidang dimulai (foto dok Nur Terbit)
Narsis sebelum sidang dimulai (foto dok Nur Terbit)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun