Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gerombolan Pemberontak Itu Pernah Menculik Ayah Saya

10 Oktober 2018   08:16 Diperbarui: 10 Oktober 2018   09:01 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama ayah Haji Muh Bakri Puang Boko, waktu mudik lebaran 2018 (foto dok pribadi)

INILAH KISAH AYAH SAYA & DRAMA PENCULIKAN DIRINYA OLEH
GEROMBOLAN NURDIN PISO (PISAU) DKK DI MAKASSAR, SULSEL, ERA 60-AN.


Alhamdulillah, masih diberi kesempatan dan umur panjang untuk bertemu ayahanda Haji Muhammad Bakri Puang Boko (86 Tahun), saat pulang kampung ke Makassar. Saya temui beliau di sebuah komplek perumahan Pepabri di Sudiang, Biringkanaya, Kota Makassar.

Ayahanda yang sudah sepuh ini, masih sehat walafiat, belum pakai kacamata kalau membaca, gigi masih lengkap, masih kuat jalan kaki dari rumah ke mesjid setiap waktu sholat. Masih rutin menyapu halaman rumah di pagi hari. Hanya satu yang mulai terganggu, yakni fungsi pendengaran dari pensiunan P&K (Diknas) Kabupaten Maros ini mulai berkurang.

Saat bincang-bincang dengan beliau, terungkap kisah pengalamannya yang mencekam, saat jadi korban penculikan gerombolan Nurdin Piso (Pisau) jaman pemberontakan. Ia digendong anggota gerombolan dengan pengawalan bersenapan laras panjang. Puluhan kilometer dilalui kawanan penculik ini dari rumah kakek, menuju lokasi penyanderaan.

Ayah diculik (1960-an) sebagai putera dari Haji Abdul Rivai Puang Rala, Gallarrang Sudiang (juga Wakil Camat Mandai, Kab Maros Sulsel), bersama adik sepupu sekaligus adik iparnya, Haji Abdul Muthalib Puang Lolo (alm), sebagai sandera dengan tebusan uang Rp20 juta, jaman itu. 

Lebih dari 2 bulan disekap di "markas" gerombolan Nurdin Piso di daerah Peo, arah ke Malino, wilayah Kabupaten Gowa. Arah selatan Ujung Pandang, kini berganti nama Kota Makassar.

Cerita ini kemungkinan besar belum pernah terungkap pasca Kemerdekaan RI, dan anggaplah ini secuil informasi sejarah dari perjalanan bangsa dan negeri ini. 

Ya, sekedar catatan kelam setiap tahun, setiap kali kita dengan suara lantang  meneriakkan pekik Merdeka.. Merdeka, dan ucapan "Dirgahayu Proklamasi Kemerdekaan RI".

Bagaimanapun juga, sebagai anak tertua laki-laki dari orang tua yang pernah diculik, berharap suatu saat kisah lengkapnya bisa didokumentasikan untuk anak cucu kelak.

Kalau dokumentasi tersebut belum bisa diwujudkan dalam bentuk buku, atau berupa video blog (vlog) di akun Youtube saya: www.youtube.com/nurterbit dan tulisan reportase di blog www.nurterbit.com. Ya paling tidak, minimal sudah ada dan tersimpan di file Kompasiana ini. Amin. (Nur Terbit)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun