Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Wartawan Bangkotan, dari Mesin Tik ke Komputer

29 Desember 2014   04:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:16 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14197757272097092643

[caption id="attachment_343823" align="aligncenter" width="480" caption="Mesin ketik jadul masuk museum (foto dok pribadi)"][/caption]

Era mesin ketik sudah berlalu, dilanjutkan era komputer. Tapi meskipun kemudian sudah menggunakan komputer jadul, bagi wartawan bangkotan masih juga memerlukan waktu penyesuaian diri. Komputer pertama saya masih jadul, masih menggunakan program MS Word, masih pakai DOS, layar hitam putih dan hanya bisa mengetik teks, tidak seperti sekarang menggunakan Microsoft Word, atau Windows.

Biarpun sudah beralih dari mesin ketik ke komputer, tapi komputer program 486 ini punya saya untuk saat itu, sudah sangat canggih untuk mengetik berita. Tentu sudah sangat jadul dibanding era komputer sekarang. Untuk mesin ketik dan komputer jadul ini, kedua benda antik ini sungguh sangat saya sayang. Kenapa? Karena faktor sejarah.

Ya, mesin ketik antik itu adalah warisan masa lalu sejak masih mulai belajar menulis. Waktu itu saya sering menumpang mengetik di rumah paman, satu-satunya yang memiliki mesin ketik pribadi di kampung. Bapak saya meski pegawai kantoran, tapi hanya bisa sesekali saja bawa pulang mesin ketik kantor ke rumah setiap ada kerjaan yang harus dirampungkan. Itulah kesempatan saya mencuri-curi belajar mengetik.

Tak puas hanya belajar serba tanggung, akhirnya ikut sebagai peserta kursus mengetik sistem 11 jari, di sebuah kursus mengetik di Jalan Veteran, Kota Makassar. Beberapa bulan kemudian lulus dengan predikat bisa mengetik 11 jari. Ada sertifikatnya segala. Tapi walaupun sudah mahir mengetik, belum juga bisa memiliki mesin ketik pribadi karena faktor keuangan. Belum ada pemasukan, maklum status masih pelajar.

Honor menulis mulai saya nikmati setelah rajin menulis. Perlahan-lahan tulisan saya berupa artikel, cerpen remaja dan anak, mulai dimuat di koran harian Pedoman Rakyat (PR) di Makassar. Satu-satu media cetak yang terbit secara rutin di kotaku, dan mampu membayar honor setiap tulisan yang dimuat. Sekarang, PR yang didirikan LE Manuhua dan termasuk koran tertua di Indonesia Timur itu, sudah tidak terbit lagi.

Selebihnya saya kirim tulisan yang umumnya naskah genre remaja dan anak itu ke koran mingguan, atau majalah anak dan remaja terbitan Jakarta. Salah satunya ke Majalah HAI (grup Kompas). Ketika itu, penulis cerpen dan novel remaja seperti Hilman Hariwijaya (pengarang cerbung Lupus), Leila S. Chudori, Zara Zettira, Gola Gong (Balada Si Roy), AGS Arya Dipayana, Yoppi OL (penulis asal Makassar) menghiasi lembaran halaman majalah HAI.

Saya masih termasuk penulis coba-coba alias cuma penikmat tulisan orang-orang hebat. Belakangan satu tulisanku, "Pengalaman Sebagai Pak Guru Kecil" memenangkan juara Harapan Lomba Mengarang Pengalaman. Pemred HAI ketika itu masih Mas Wendo (Arswendo Atmowiloto), termasuk insipirator untuk penulisan novel remaja bersambung HAI dengan serialnya IMUNG. Seperti kita ketahui, Mas Wendo -- belakangan jadi pemred tabloid Monitor -- kemudian dibredel dan Mas Wendo dipenjara karena terkait kasus penistaan agama. (BERSAMBUNG)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun