Sungguh cita-cita yang mulia, menurut gue sih. Tapi apalah daya, everything is bullshit. Hahaa. Lo pikir hanya dengan memiliki cita-cita yang mulia tanpa perjuangan yang luar biasa lo bakal bisa? Berat cuyy beraatt.
Hari-hari gue dimasa muda dikorbankan demi fokus mengejar cita-cita gue menjadi pemain bola. Pagi sore latihan, malam jakon (jaga kondisi), serta hanya sedikit bersosialisasi. Gue ga peduli kalau ada orang yang mengucilkan, apalagi nasehat dari orang tua, yang gue tau hanyalah gue harus berusaha semaksimal mungkin buat dapetin mimpi-mimpi gue.
Setiap hari gue hanya sibuk dengan mimpi-mimpi gue. Namun apa hasilnya? Bisa dibilang nothing meenn!! Memang sih gue sempat beberapa kali mewakili nama Dumai, main turnamen sekelas tarkam (Tarikan Antar Kampung) di Rokan Hilir dan Sungai Pakning yang hanya berjarak 2 jam dari rumah gue, serta membawa nama Dumai dalam event Popda (Pekan Olahraga Pelajar Daerah) se-Riau, yang mana gue hanya cadangan mati. Bisa dibilang hampir nggak ada kontribusi.
Di usia 17 tahun, gue mulai sedikit merasakan frustasi. Mungkin dikarenakan ngeliat teman-teman gue udah pada mendapatkan hasil dari kerja kelas latihan mereka, dan mulai naik kelas ke level regional bahkan juga nasional. Ditambah lagi kalau lihat di media dan berita, anak-anak seumuran gue itu udah mewakili Indonesia, bahkan nggak jarang yang menjuarai event internasional.
Sementara gue? Masih berkutat dengan mimpi-mimpi bullshit dan bersepeda bolak balik dari sekolah-rumah-lapangan latihan, even sometimes langsung membawa sepatu bola didalam tas sekolah biar bisa langsung latihan sepulang dari sekolah.
I have no idea how this game will change my life. Gue mulai mencoba merintis ulang hidup gue, mulai mencari hobi baru dalam hidup, serta lebih aktif dalam bersosialiasi. Gue beruntung memiliki salah seorang sahabat, yang bisa dibilang orang paling tajir didaerah gue tinggal. Sehingga gue bisa belajar banyak hal.