Mohon tunggu...
Dadang Pasaribu
Dadang Pasaribu Mohon Tunggu... -

pengembara mengikuti jalan yang ditempuh pengembara sebelumnya dari gelap hingga terbitnya matahari

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Guncangnya Jagad Politik Nasional

25 Januari 2015   21:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:23 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini, mungkin salah satu tulisan yang tidak ingin mensasar institusi sebagai biang kerok namun berharap lebih fokus pada sosok (pribadi) sebagai aktor utama. Meski adakalanya sosok tanpa institusi kadang tak berarti. Lain waktu intitusi pun kadang tak mempengaruhi pribadi. Terkait dengan sosok, tidak ada politisi maupun masyarakat di Indonesia saat ini yang tidak membicarakan Megawati, Jokowi, Abraham Samad, Bambang Wijoyanto, Budi Gunawan maupun Hasto Kristitanto. Orang-orang yang hari-hari menjadi sosok sentral pembahasan meskipun diluarnya mmasih banyak sosok undercover yang mungkin penting untuk dibahas. Namun membaca situasi jagad politik hanya untuk kepentingan saat ini saja, rasanya begitu naif. Mungkin peristiwa hukum dan politik yang berkelindan saat ini menjadi pintu masuk menelusuri akar masalah yang kerap berulang.

Deskripsi Masalah

Dari berbagai sumber jalan cerita dapat direka. Megawati sebagai sosok yang paling dihormati sekaligus ditakuti Jokowi meminta Jokowi untuk mengusulkan BG sebagai Kapolri. Pada saat bersamaan Jokowi juga katanya ‘punya jagoan’. Jokowo kemudian mengusulkan BG ke DPR. Saat pengusulan KPK menetapkan BG sebagai tersangka pada kasus rekening gendut POLRI. Bambang Wijoyanto aktif menjelaskan rasionalitas ditetapkannya BG sebagai tersangka. Tindakan KPK menetapkan BG tersangka menjelang fit n proper test karuan membuat kubu Megawati/PDIP sontak terkejut. Mereka bertanya, apakah penetapan ini murni peristiwa hukum atau peristiwa politik? Apakah Abraham sedang menjalankan misi penegakan korupsi atau sedang menjadi politisi?

DPR kemudian memproses usulan BG. Masyarakat gantian terkejut sebab DPR ‘dengan gembira’ akhirnya menyetujui BG sebagai Kapolri walaupun dengan status tersangka dan dinyatakan lolos fit n proper test. Padahal harapan masyarakat pada DPR sebagai wakil rakyat adalah menolak usulan Presiden. Harapan yang seolah bertemu dengan ‘harapan KPK’. Lepas dari DPR bola tentu saja berada di tangan Preside n. Presiden Jokowi kemudian menunda pelantikan BG sampai proses hukum selesai, yang diikuti dengan mencopot Jend. Sutarman selaku Kapolri dan melantik Wakapolri Badrodin sebagai Plt Kapolri. Tindakan Jokowi menggembirakan masyarakat dan KPK  namun sontak mengejutkan kubu Mega/PDIP dan merembet ke POLRI. Drama ‘saling sandera’ sebagaimana yang sering diulas media kemudian terjadi.

Sebagai bentuk balasan, PDIP lantas melepas 2 anak panah ke KPK. Awalnya muncul tulisan di Kompasiana yang mengungkap gerilya politik Abraham. Namun Abraham Samad (AS) dengan tegas menampik tudingan tersebut. Busur pertama PDIP kemudian dilepas, Hasto Kristianto/Sekjen PDIP tampil ke publik konfrensi pers membongkar gerilya politik Abraham untuk menjadi Cawapres pada PILPRES yang lalu. Hasto menuduh bahwa AS telah berbohong tentang pertemuan dengannya. Hasto juga mengungkap bahwa saat itu Abraham Samad sangat kecewa tidak terpilih sebagai pendamping Jokowi, bahkan AS menuduh bahwa kegagalannya itu karena hasutan BG. Hasto ingin menarik benang merah bahwa status penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK jelas bermotif politik. AS bisa saja ‘balas dendam’ kepada BG. Kalau dulu BG menggagalkan AS sebagai Cawapes maka kini giliran AS menggagalkan BG sebagai Kapolri.

Belum selesai polemik etika politik AS, PDIP kemudian melepas busur yang kedua ke KPK. Kali ini mensasar komisioner KPK BW. BW dilaporkan oleh angota DPR dari PDIP atas keterlibatan BW dalam menyusun kesaksian palsu pada saat sengketa Pilkada Kota Waringin Barat tahun 2010. Memang kasus ini masih ‘menggantung’ sebagaimana yang dikatakan I Gde Pasek, “mereka yang bersaksi palsu sudah divonis dan inkracht, tetapi yang memerintahkan malah aman-aman saja,". Polisi bergerak cepat, BW ditangkap Bareskrim Mabes Polri. Cepatnya proses penangkapan BW sontak membuat masyarakat kaget. Polri dianggap ‘ikut bermain politik’ dalam kasus BG. Isu pelanggaran etika politik AS mulai bergeser berganti isu pelemahan KPK. Sudah biasa perseteruan antara KPK dan POLRI melibatkan penguasa. Biasanya POLRI digunakan oleh penguasa sementara KPK dibentengi rakyat. Perseteruan serupa kembali terulang motifnya sama kasusnya saja yang berbeda.

Belum habis kehangatan peristiwa penangkapan BW peluru ketiga tiba-tiba muncul dilepas ke KPK. Kali ini komisoner KPK Adnan menjadi sasaran. Adnan dilaporkan oleh PT Desy Timber. Adnan diduga mengambil paksa saham milik PT Desy Timber, perusahaan penebangan kayu yang beroperasi di Berau, Kalimantan Timur, pada tahun 2006, saat Adnan menjadi penasihat hukum perusahaan itu. Kasus ini juga berpotensi menjerat Adnan sebagai tersangka. Tampaknya, dosa-dosa komisioner pada masa lalu yang belum sempat ditutup dan masih menggantung dijadikan peluru menyerang mereka sendiri.

Manusia Biasa

Siapakah AS, BW dan APP serta komisioner lainnya? Apakah mereka malaikat yang turun ke bumi dengan tugas untuk menangkap para koruptor?. Sejauh ini kinerja KPK dibawah kepemimpinan AS dapat dikatakan sangat memuaskan. Kasus-kasus besar berhasil diungkap dan koruptor kelas kakap berhasil dijerat serta uang negara berhasil diselamatkan. Sulit rasanya mereka yang dijerat oleh KPK untuk melepaskan diri. KPK telah menjadi momok yang menakutkan bagi para koruptor kakap. Praktis KPK berjalan sendiri di depan jauh meninggalkan gerak lembaga penegak hukum lainnya. Eksistensi KPK telah menutup peran lembaga penegak hukum lainnya. Meski prestasi meroket namun musuh juga semakin banyak. Sengatan KPK telah membuat berbagai lembaga politik hancur dimata masyarakat. Ditangan KPK kedok, topeng lembaga-lembaga politik dapat dibongkar. Tidak hanya dimusuhi oleh Birokrasi, Kepala Daerah, DPR/DPRD, KPK juga menjadi musuh dari Partai Politik. Tidak sedikit yang meminta KPK untuk dibubarkan. Namun semakin KPK diganggu semakin kuat dukungan rakyat kepada KPK.

Namun komisioner KPK ternyata manusia biasa juga, bukan malaikat seperti harapan selama ini. Mereka punya juga catatan masa lalu yang juga kelam. Atau, setelah di KPK merekapun punya keinginan juga untuk ‘mencicip’ kekuasaan. Mungkin saja BW maupun APP punya masalah masa lalu, namun sejak di KPK mereka telah menemukan habitatnya. Bisa saja KPK menjadi ajang pertobatan dan dijadikan pijakan menuju masa depan yang lebih bersih. Sementara bagi AS, bisa saja tidak punya catatan masa lalu yang kelabu, namun AS justru ‘tergelincir’ dan keceplosan pada masalah etika politik. Kasus KPK saat ini seolah membuktikan, bahwa karakter pribadi sebelum dan sesudah berada di KPK ternyata turut mempengaruhi perjalanan karir para komisioner. Sebab, KPK sesungguhnya berada pada pusaran politik tingkat tingi yang tak mengenal etika moral dan hanya bertuhan pada kepentingan pribadi dan kelompok semata. Tanpa kepribadian yang kuat, karakter mumpuni, keperkasaan jiwa mereka kerap ‘diintai’, ‘diincar’, oleh para pelaku politik yang merasa terganggu. Pada ranah inilah kasus yang terjadi hari ini bisa menjadi pelajaran penting bagi para komisioner.

Selamatkan KPK

Jika AS akan diberhentikan karena pelanggaran etika, BW diberhentikan karena status sebagai tersangka menyusul pemberhentian APP juga sebagai tersangka maka dapat dipastikan KPK akan lumpuh. Setidaknya mencari sosok setangguh mereka saat ini bukan pekerjaan mudah. Kehilangan ketiganya sama saja dengan menghilangkan KPK dari garis edarnya dalam menegakkan hukum di Indonesia. Andaikanpun mereka bersalah setidaknya apa yang terjadi saat ini bisa menjadi ingatan dan pembelajaran. Untuk kasus AS setidaknya komisi etik bisa dibentuk untuk memperingatkan secara khusus AS. Karena ini bukan jabatan politik, selama masih menjabat jangan pernah lagi tergoda oleh rayuan politik.  Sementara untuk kasus BW dan APP mungkin dibutuhkan kekuasaan Presiden untuk melakukan SP3 kasus mereka. Mungkin penyelesaian politik sangat dibutuhkan saat ini.

Penutup: Manusia Setengah Dewa

Dibalik guncangnya jagad politik nasional ternyata anak-anak bangsa sangat membutuhkan manusia-manusia setengah dewa. Manusia tanpa cacat moral. Manusia dengan mental mulia. Manusia dengan keperkasaan jiwa, kesatria bangsa yang memang sanggup mendedikasikan dirinya dengan berkorban harta dan jiwanya bagi bangsa dan tanah air ini. Mental yang telah diperlihatkan sebelumnya oleh para pahlawan kemerdekaan yang telah mengorbankan jiwa-raga mereka untuk memerdekaan bangsa ini dari penjajahan. Manusia-manusia setengah dewa ini yang kemudian diharapkan tampil digarda terdepan sebagai pemimpin. Sebab pemimpin adalah pemutus suatu perkara. Para pemutus perkara hendaknya mereka yang bijaksana dan adil yang levelnya berada diatas manusia kebanyakan.

Selama ini sumber mata air kepemimpinan bangsa dominan bersumber dari partai politik. Jika sumbernya terkena racun maka teracunilah semua orang yang meminumnya. Dibutuhkan sumber-sumber mata air baru untuk menghasilkan air yang lebih bersih. Tidak cukup hanya dengan segelintir komisioner KPK memerdekakan Indonesia untuk yang kedua kalinya. Dibutuhkan proyek-proyek revolusi mental yang lebih serius untuk merangsang sumber-sumber mata air baru. Jangan isu revolusi mental hanya sebagai alat untuk mengelabui  masyarakat semata. Mungkin proyek revolusi mental ini harus ditempatkan pada sekala teratas dari semua agenda yang ada. Tidak akan ada kemerdekaan tanpa kelahiran manusia-manusia setengah dewa. Bangsa tanpa karakter hanya menjadi bangsa kuli! Bangsa tanpa karakter akan menemui ajalnya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun