Mohon tunggu...
Anton Da Karola
Anton Da Karola Mohon Tunggu... Freelancer - | tukang foto | tukang kliping

Citizen journalist from South Sumatera.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memberi (atau Memilih?) Nama Anak

12 Januari 2012   01:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:00 1689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1326344017720947105

[caption id="attachment_163220" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Kriteria memberi nama untuk anak menurut saya adalah belum pernah dipakai orang lain sebelumnya. Kasian kan kalo nama anak kita sama seperti nama anak yang lain? Maksud saya, tujuan utama memberi nama adalah membedakan panggilan satu anak dengan anak lainnya. Sedangkan memilih nama, biasanya menggunakan nama-nama yang sudah ada sebelumnya. Baru kemudian nama adalah doa atau harapan orang tua. Orang tua harus bertanggung jawab jika akhirnya nama yang diberikan tidak sesuai dengan akhlaknya. Misalkan anaknya masuk koran berita kriminal, padahal menamai anaknya dengan nama-nama nabi. Nama Yahya merupakan pemberian langsung dari Allah Swt. Nama itu belum pernah digunakan sebelumnya. Yahya adalah nama yang diarabkan dari kata Ibrani, Yohanna, yang berarti hidup. Dalam surah Maryam ayat 7 dikisahkan bahwa Allah juga belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan Yahya (baca : Ensiklopedi Islam untuk Pelajar - no.6). "Wahai Zakaria! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama yang serupa itu sebelumnya." (QS. 19 : 7). Jangan meniru Pengalaman nama saya dicatut sewaktu SD kelas IV. Wali kelas saya hamil, tugas ulangan kami dibawanya pulang. Ketika suaminya membantu koreksi dan melihat lembar kertas ulangan atas nama saya, "Wah, bagus nih namanya. Kita namain anak kita Anton Da Karola!" gubrak! (Bayar dong royalti-nya!). Sering kita dapati dalam satu kelas terdapat dua anak dengan nama sama persis. Sewaktu SMA dari kelas I sampai kelas III saya selalu sekelas dengan Desi Arisanti. Kemudian sewaktu kuliah di Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, ada teman bernama Desi Arisanti. Ketika bekerja di lembaga sosial, kembali saya bersama seseorang yang bernama Dessi Arisanti. Ketiganya orang yang berbeda. Namun jangan pula memberi nama anak dengan nama yang sok keren, yang karena gengsi, kita tidak tahu artinya apa. Dulu bibi saya menjadi bidan di daerah pelosok yaitu Perangai, Kabupaten Lahat. Dia menemukan anak yang dinamai orangtuanya, Oksigen. Mungkin orangtua itu (entah paham atau tidak) sering mendengar kata Oksigen. Di sekolah, guru saya pernah bercerita tentang salah satu murid yang dikasih nama persis seperti nama nyamuk penyebab penyakit demam berdarah Aedes aegypti. Ada juga anak yang namanya mirip Mike Tyson, cuma ejaannya yang disesuaikan dengan bahasa Indonesia. Masyarakat kita sepertinya mudah terpengaruh dengan hal-hal yang lagi populer. Ketika saya sedang mengikuti aksi layanan kesehatan di Kecamatan Ilir Timur I, Kota Palembang, ada seorang balita yang dipanggil - karena akan ditimbang berat badannya - dengan nama persis pemain sinetron,  Cinta Laura. Kalo anak-anak yang lahir sekitar tahun 80-an, masa perang Irak -Iran, banyak sekali yang memiliki nama-nama asal Timur Tengah. Sebut saja Reza Pahlevi, Anwar sadat, Yaser Arafat, Husni Mubarak, sampai Mustafa Kamal. Teman SMA saya ada yang namanya Palestina. Negara belum merdeka dibawah jajahan Zionis Israel yang paling sering disebut-sebut dalam siaran Dunia Dalam Berita di TVRI. Sebenarnya nama-nama lokal kita bagus-bagus loh, kalo kita pede. Seperti Taur Matan Ruak, mantan gerilyawan di Timur Leste, Yos Soedarso, pahlawan Indonesia yang gugur dalam pertempuran Laut Aru, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dhien, juga nama-nama pahlawan kita lainnya. Sayangnya nama-nama lokal kini mulai punah, seperti Soekarno, Soeharto, Bejo, Paijo, Panjul, Tukiyem, Ngatinem, dan lain sebagainya. Anak-anak sekarang juga kreatif merubah sendiri nama pemberian orang tuanya. Misalnya Deni jadi Denny, Desi jadi Dessy, Peni jadi Penny, Yeni jadi Yenny, yang alay ganti nama Fikri jadi Fickry. Atau menambah huruf H (supaya kelihatan seperti Chairil Anwar) dari Edi menjadi Edhie Baskoro Yudhoyono. Hehehe... Saya sendiri menyukai nama-nama dengan beberapa huruf  vokal di tengah huruf konsonan atau huruf konsonan yang bisa berbunyi vokal, seperti Awang, Haekal (nama sepupu) juga Inay, Saina. Huruf pangkal Q untuk anak cowok seperti Qais, Qowy. Huruf pangkal C untuk anak cewek dan menghindari nama yang sulit dieja menurut Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Tapi saya suka juga dengan nama-nama yang bisa dipakai anak cowok atau cewek (seperti Dwi, Dian, Eka, Tri) supaya nggak repot pas di-USG cewek, eh, saat lahir ternyata cowok. Di lidah orang Indonesia, ada beberapa huruf yang rawan berubah, seperti huruf konsonan F, V, dan Z. Misal, nama Zaenal yang lama-kelamaan dipanggil Jaenal, atau Rizal dipanggil Ijal. Orang Sunda lebih sulit menyebut fitnah daripada Pitnah, Vera dipanggil Pera, Fatah dipanggil Patah sedangkan orang Aceh memanggil Mael untuk Ismail. Huruf vokal di akhir nama juga rawan berubah, seperti Tanto (adik saya) sering dipanggil teman-temannya Tantok, Nana dipanggil Nana' (terdengar seperti 'ak' huruf ain Arab). Beby Haryanti Dewi dalam bukunya Diary Dodol Seorang Istri menulis percakapan ia dengan suaminya ketika hendak memberi nama pada anaknya. “Gimana kalo nama anak kita Thariq aja?” tanya sang suami. “Yah… Kalo orang Indonesia lidahnya payah, Pa. Ntar ujung-ujungnya dipanggil Tareeeekkk! Kayak kernet,” jawab sang istri. “Kalo gitu panggilannya jangan Thariq.” “Terus apa?” “Dorong!” hihihi... notabene :

Telah lahir putri kami Cumbinayra Qania (dicari di google search belum ada) Minggu, 8 Januari 2012 pukul 23.30 di RS Pusri. Sebenarnya mo lebih panjang lagi kayak nama anak-anak sekarang yang panjangnya semeter lebay, semoga jadi anak shalihah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun