Mohon tunggu...
Politik

Pluralisme di Indonesia, Nyatakah?

16 November 2017   18:27 Diperbarui: 16 November 2017   19:05 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pancasila adalah suatu ideologi terbuka, di mana Pancasila sangat menghargai pluralitas dan keanekaragaman. Pancasila mencintai setiap perbedaan yang ada dan menyatukannya menjadi satu kesatuan yang utuh. Hal ini dapat dilihat dari setiap sila yang terkandung di dalamnya, di mana setiap sila tersebut menggambarkan setiap golongan yang ada di Indonesia. Pertanyaannya, apakah hal itu sesuai dengan realita zaman sekarang?

Kini, isu isu SARA sudah mulai bermunculan, dan sayangnya Indonesia menjadi sedikit terguncang karena isu SARA tersebut, sungguh realita yang menyedihkan karena dulu pendiri bangsa ini dengan susah payah menyatukan semua golongan untuk membuat negara ini mampu berdiri di atas kaki sendiri. Namun, setelah itu semua tercapai mengapa kembali bermunculan perpecahan? Mengapa perbedaan suku, ras, dan agama menjadi alasan seseorang untuk saling menjauhi sesamanya yang tidak satu kelompok dengannya? Justru sekarang orang-orang cenderung untuk hidup secara primordialisme, menganggap semua yang berbeda dengan kelompoknya adalah sesuatu yang buruk.

Kalau didengar-dengar memang agak lucu, negara ini terpecah belah hanya karena perbedaan antar masyarakatnya. Pada hakikatnya, setiap orang itu berbeda, bahkan seorang kembarpun juga memiliki perbedaan, lantas mengapa perbedaan setiap orang itu dipermasalahkan? Apakah setiap orang di dunia ini harus sama persis dengan kelompok mayoritas dari negaranya? Perbedaan itu wajar, kita tidak bisa menghakimi seseorang karena ia berbeda dengan kita, dan kita tidak bisa memaksakan pandangan kita ke orang lain. Apabila kita menginginkan negara yang tunggal, di mana hanya ada satu ras, satu agama, dan satu suku yang ada, lantas mengapa HAM mengatakan bahwa seseorang bisa bebas memilih agamanya? Kesimpulannya menghakimi seseorang karena agama/ras/sukunya yang berbeda secara tidak langsung juga termasuk pelanggaran HAM.

Tidak ada suku yang lebih unggul dari suku yang lain, karena tiap suku memiliki karakteristiknya sendiri sendiri yang wajib kita hormati. Apa yang kita anggap baik di suku kita, tidak selalu bernilai baik di suku orang lain, dan apa yang kita anggap tidak baik, belum tentu demikian di suku lainnya, mereka punya budaya dan nilainya sendiri, artinya kita tidak bisa mengeneralisasikan pandangan kita ke setiap masyarakat di dunia ini. Begitupun dengan agama, tidak ada agama yang lebih unggul statusnya daripada agama lain, karena setiap agama itu mengajarkan kebaikan, dan agama itu hadir agar kehidupan masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan teratur, bukan menjadikan agama sebagai bahan untuk berpolitik dan menjatuhkan orang lain.

Ingin tahu apa yang lebih lucu lagi? Di saat negara lain sibuk memikirkan bagaimana membuat teknologi yang paling canggih, namun negara ini justru masih sibuk dengan urusan SARA. Di saat negara lain berlomba-lomba meningkatkan perekonomian mereka, negara ini justru sibuk menghakimi satu sama lain, merasa dirinya paling benar. Kita ini generasi yang terdidik, artinya kita memiliki pemikiran yang seharusnya maju, tapi mengapa hanya karena isu SARA beberapa oknum seakan menjadi tidak logis dan menutup akal pikirnya? Kembali ke topik awal, pluralisme di Indonesia, nyatakah?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun