Mohon tunggu...
Wahyu Tanoto
Wahyu Tanoto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Terlibat Menulis buku panduan pencegahan Intoleransi, Radikalisme, ekstremisme dan Terorisme, Buku Bacaan HKSR Bagi Kader, Menyuarakan Kesunyian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Qurrota A'yun Vs Fenomena Childfree, Sebuah Catatan Umpan Balik

20 Maret 2023   14:02 Diperbarui: 20 Maret 2023   14:12 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.kompas.com

Qurrota A'yun Vs Fenomena Childfree, tulisan opini karya Muhammad Mansur yang dimuat oleh laman https://mitrawacana.or.id/qurrota-ayun-vs-fenomena-childfree/, selengkapnya silahkan klik. 

Tulisan tersebut, mengulas sebuah tema tentang fenomena childfree dan paradigma memiliki anak sebagai investasi. Kesan saya, meskipun penulisnya telah menghadirkan narasi dan beberapa poin penting, namun terdapat catatan atas opini. Dibawah ini adalah ulasan singkatnya.

Pertama, opini tidak menampilkan data atau sumber yang kredibel terkait fenomena childfree di Indonesia. Oleh karena itu, para pembaca tidak mendapatkan gambaran untuk mengetahui seberapa besar fenomena tersebut dan bagaimana dampaknya pada masyarakat. Opini ini akan menjadi lebih kuat jika dilengkapi dengan data dan sumber yang terpercaya.

Kedua, opini ini justru semakin memperkuat paradigma bahwa memiliki anak adalah tanggung jawab besar dan beban dalam hidup. Hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa orang tua yang memilih tidak memiliki anak lebih bebas dan lebih mudah dalam menjalani kehidupan. Padahal, tidak memiliki anak juga memiliki tanggung jawab dan tantangan tersendiri seperti menjaga kesehatan dan kualitas hidup yang lebih baik, misalnya ketika menapaki usia lanjut.

Ketiga, paradigma bahwa memiliki anak adalah bagian dari cara mengagungkan kebesaran Tuhan dan melihat anak sebagai karunia serta sumber kebahagiaan yang mewarisi peradaban, dapat melahirkan tekanan psikologis bagi individu dan pasangan yang belum memiliki anak atau yang memutuskan untuk tidak memiliki anak. 

Seperti diketahui, bahwa semua orang memiliki hak untuk memilih jalan hidup mereka sendiri, termasuk dalam memilih memiliki atau tidak memiliki anak.

Keempat, opini ini terkesan menekankan paradigma ajaran agama Islam dalam melihat anak sebagai karunia dan penyejuk hati. Padahal, pandangan ini dapat berbeda-beda baik di ranah budaya maupun dalam ajaran-ajaran agama yang berbeda. Sebaiknya opini ini lebih berperspektif parenting ketika membahas pandangan tentang anak dan keluarga.

Kelima, penulis memandang paradigma investasi pada anak sebagai mereduksi kemuliaan dalam memiliki anak. Namun, pandangan ini relatif tidak akurat karena tanggung jawab dan pengorbanan yang diberikan oleh orang tua terhadap anak mereka adalah merupakan bentuk investasi pada anak yang dimaksudkan agar masa depan anak yang lebih baik. Investasi pada diri anak bukan hanya terkait dengan urusan yang hanya bersifat materi, tetapi juga terkait engan pendidikan akademik atau non akademik, kesehatan seksual dan reproduksi, dan pengembangan diri anak.

Secara umum, tulisan opini Muhammad Mansur perlu menghadirkan pandangan yang bijaksana dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan aspek-aspek terkait yang menjadi latar belakang fenomena childfree dan hak memilih untuk memiliki anak. Karena, istilah childfree hemat saya tidak sekedar dimaknai tidak memiliki anak. Namun, bisa juga untuk mereka yang tak bisa memiliki anak karena sebab-sebab tertentu; misalnya karena masalah kesehatan.

Namun, opini tersebut tidak berlebihan jika disebut relatif belum sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dalam memandang fenomena childfree. Penulis hanya membahas sebagian alasan yang membuat seseorang memilih untuk tidak memiliki anak, seperti tuntutan pekerjaan, alasan psikologis, atau faktor kesehatan, namun tidak mengulas alasan-alasan lain yang mungkin juga relevan, seperti kekhawatiran akan masa depan planet bumi yang semakin terancam atau keinginan untuk menjaga keseimbangan finansial, atau bahkan karena ingin memiliki waktu yang lebih berkualitas bersama pasangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun