Mohon tunggu...
Wahyu Tanoto
Wahyu Tanoto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Terlibat Menulis buku panduan pencegahan Intoleransi, Radikalisme, ekstremisme dan Terorisme, Buku Bacaan HKSR Bagi Kader, Menyuarakan Kesunyian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ruang Cinta Bernama Idul Fitri

14 Mei 2022   12:25 Diperbarui: 14 Mei 2022   12:30 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi

Aneka macam poster dan foto-foto yang berisi ucapan Idul Fitri 1443 H tampaknya menjadi unggahan paling tren dan masif di sosial media, utamanya Facebook dan Instagram serta aplikasi perpesanan (WA stori). Tidak lengkap rasanya jika Idul Fitri belum mengucapkan kalimat Mohon Maaf Lahir dan Batin. 

Di satu sisi, bagi yang mudik sungguh bahagia bisa bertemu dengan keluarga dan sanak saudara di kampung halaman demi melepas kangen setelah 2 tahun tertunda mudiknya akibat terdampak pandemi covid-19. Sebaliknya, bagi yang belum bisa mudik karena tanggung jawab yang tidak bisa ditinggalkan juga tidak mengurangi khidmatnya esensi merayakan Idul Fitri. 

Bagi mereka yang tertunda mudiknya, tetap memendam kerinduan untuk berkumpul bersama keluarga. Sebut saja misalnya bagi ASN di luar daerah yang harus melaksanakan tugas piket, maupun pekerja di sektor lain; seperti di rumah sakit, bandara, terminal, pelabuhan, laut, sopir, satpam, pedagang, penambang lepas pantai, dan jenis pekerjaan lainnya.

Panggilan video atau video call tampaknya juga menjadi salah satu jalan keluar melepas kerinduan kepada keluarga, sanak saudara yang jauh di sana. Singkatnya, Idul Fitri dirayakan di rumah masing-masing oleh sebagian masyarakat. Namun jelas terlihat kekhusyukan dan juga kegembiraan Idul Fitri tetap bisa dirasakan oleh setiap orang.

Bagi saya, pertanyaan "mudik apa enggak" adalah bentuk lain dari ekspresi kerinduan yang tidak mudah dijawab. Ada kondisi dan situasi tertentu yang terkadang "memaksa" seseorang memutuskan menunda mudik ke kampung halaman.

Bagi yang mudik syukur alhamdulillah bisa berjumpa langsung dengan keluarga. Bagi yang belum bisa mudik juga bisa berkomunikasi langsung dengan keluarga melalui panggilan video.

Meskipun covid 19 dianggap telah "rampung", tampaknya kita tetap perlu belajar memahami kondisi saat ini. Jika zaman sebelum pandemi melanda di seluruh pelosok dunia, kita bisa dengan mudah berkunjung untuk bersilaturahmi kepada karib kerabat. Sekarang agaknya juga belum bisa bebas sebagaimana yang kita harapkan. Kita perlu membuat janji atau komunikasi terlebih dahulu kepada shohibul bait (sang pemilik rumah) jika ingin berkunjung. Bukan apa-apa, agar sama-sama enak. 

Di tempat kelahiran saya, Banjarnegara, memang masih kental saling mengunjungi ketika Idul Fitri tiba. Hal ini sebagai "momen" untuk ampun saling memaafkan dan menjalin kedekatan antar kerabat. Namun bukan berarti yang belum/tidak mengunjungi tidak melakukan silaturahmi.

Dalam pemahaman saya, silaturahmi maknanya luas; tidak terbatas pada pertemuan tatap muka langsung atau secara fisik. Keberadaan dan perkembangan tekhnologi seperti HP juga dapat dimanfaatkan untuk menjalin silaturahmi kepada mereka yang kebetulan belum bisa bertatap muka secara fisik.

Memang, ada kepuasaan tersendiri ketika kita bisa "SUNGKEM" langsung dengan keluarga dan karib kerabat, istilah di tempat saya "MAREM" (mantep). Apalagi diselingi ngobrol-ngobrol yang ditemani teh panas, kopi, wedang jahe dan camilan khas lebaran; peyek, rengginang, kue clorot, awug-awug, tape, kupat, opor dan makanan lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun