Mohon tunggu...
Wahyu Tanoto
Wahyu Tanoto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Terlibat Menulis buku panduan pencegahan Intoleransi, Radikalisme, ekstremisme dan Terorisme, Buku Bacaan HKSR Bagi Kader, Menyuarakan Kesunyian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pluralisme: Definisi oleh Para Teolog

21 April 2022   12:24 Diperbarui: 21 April 2022   12:38 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://pixabay.com/

Dalam perkembangannya, gerakan "Pluralisme Agama" akhirnya melahirkan suatu teologi (dalam istilah Kristen) yang mereka sebut sebagai "Teologi Religionum". 

Jika gerakan "Pluralisme Agama" hanya sekedar menerima dan mengakui ada kebenaran-kebenaran dalam semua agama-agama, tanpa membuang keunikan kebenaran agama-agama yang mereka percayai. 

Tetapi lain dengan "Teologi Religionum", gerakan teologi ini lebih maju lagi, yaitu mau menggabungkan semua kebenaran-kebenaran yang ada di dalam agama-agama dan menolak semua kemutlakan yang ada di dalam agama-agama, yang dapat menjadi benteng pemisah di antara mereka. 

Dengan kata lain mereka menolak semua klaim agama yang bersifat ekslusif, absolute, unik dan final. Karena bagi mereka semua kebenaran dalam agama dan tentang agama itu adalah "relative". 

Semboyan dari gerakan "Teologi Religionum" yang sering mereka kumandangkan adalah "Deep down, all religions are the same -- different paths leading to the same goal" (Jauh di lubuk hati, semua agama adalah sama -- jalan berbeda menuju tujuan yang sama).

Disatu sisi, pluralisme dianggap sebagai "kebijaksanaan" Tuhan dalam menciptakan makhluknya. Namun disisi lain pluralisme adalah bila pluralisme agama diterima, berarti, tidak ada agama yang benar di dunia ini.  

Ketika akan merespon pluralisme agama, tampaknya perlu mempertimbangkan pendapat dari para teolog agar sebagai umat beragama memiliki sanad (pijakan) yang jelas mengapa menerima/menolaknya.

Misalnya Karl Rahner, dianggap sebagai Teolog terbesar agama Katolik abad 20 dan mempunyai peran signifikan terhadap teologi vatikan council. Rahner berpendapat, bahwa penganut agama lain mungkin menemukan karunia Yesus melalui agama mereka sendiri tanpa harus masuk menjadi penganut Kristen. Inilah yang oleh Rahner kemudian dikenal sebagai orang Kristen Anonim (anonymous Christian). 

Akan tetapi, orang tidak harus secara eksplisit menjadi penganut agama Kristen agar mendapatkan kebenaran dan memperoleh keselamatan itu. Oleh karena itu Rahner mengatakan bahwa agama lain sebenarnya bentuk implisit dari agama yang kita anut.

Dalam konteks ini boleh jadi Rahner ingin menyatakan bahwa kebenaran memang terkait erat dengan relativitas, bahkan sangat erat. 

Kemudian dalam perkembangannya berubah menjadi usaha dari masing-masing agama dan antar umat beragama yang lainnya untuk saling mempelajari kesamaan-kesamaan kebenaran yang mereka anut, sampai taraf dimana mereka dapat saling menerima keabsahan dan kebenaran semua agama (Pluralisme Agama) begitulah setidaknya yang disampaikan oleh Stevri Lumintang dalam Theologia Abu-abu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun