Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kita, Gelombang Panas dan Net Zero Emissions

24 Oktober 2021   12:48 Diperbarui: 24 Oktober 2021   13:02 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menuju net zero emission. | Foto diambil dari tropis.co

Jakarta salah satunya. Dalam periode 100 tahun, kenaikan suhu di ibu kota Indonesia tersebut mencapai 1,4 derajat celcius. Sementara beberapa wilayah industri di beberapa kota lain di Indonesia mengalami kenaikan suhu sekitar 0,7 hingga 0,9 derajat celcius dalam periode 30 tahun terakhir.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian BBC, suhu panas ekstrem memang meningkat cukup signifikan. Sejak empat dekade terakhir, jumlah total hari suhu yang mencapai 50 derajat celcius terus bertambah, meningkat hingga dua kali lipat. Tidak hanya itu, wilayah yang mengalami suhu panas ekstrem juga meluas.

FYI, suhu panas ekstrem adalah suhu di suatu wilayah yang melebihi ambang batas suhu maksimum klimatologis normal bulanan. Nah, suhu maksimum normal bulanan ini ditentukan atau dihitung dari rata-rata data suhu maksimum bulanan selama 30 tahun.

Apa Dampak Bagi Manusia?

Ada banyak dampak buruk yang akan ditimbulkan oleh suhu panas ekstrem. Tak hanya kekeringan, kesulitan air bersih, kelangkaan bahan pangan, badai dan kebakaran hutan yang lebih rentan terjadi, tetapi juga berdampak pada kesehatan manusia. Gangguan paru-paru, jantung, hingga ginjal. Bahkan bisa menyebabkan kematian seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Kanada, India dan Pakistan.

Dampak bagi tubuh manusia. | Gambar diambil dari BBC News Indonesia
Dampak bagi tubuh manusia. | Gambar diambil dari BBC News Indonesia

Lalu Apa Penyebab Suhu Panas Ekstrem?

Berdasarkan keterangan ilmuwan iklim terkemuka, Dr Friederike Otto, kenaikan suhu sepenuhnya disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil yang saat ini digunakan di hampir setiap lini kehidupan menghasilkan emisi, gas residu berupa karbon dioksida (C02).

Batu bara. Salah satu bahan bakar fosil. | Foto AFP/BAY ISMOYO foto diambil dari kompas.com. 
Batu bara. Salah satu bahan bakar fosil. | Foto AFP/BAY ISMOYO foto diambil dari kompas.com. 

Bahan bakar fosil yang dimaksud adalah batu bara, minyak bumi, dan gas alam. "Tiga sekawan" ini memang lekat dengan kehidupan manusia. Listrik yang kita gunakan --baik untuk industri maupun rumah tangga-- umumnya berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar batu bara atau gas alam, kendaraan yang kita gunakan untuk memudahkan mobilisasi juga berasal dari minyak bumi.

Emisi karbon dari bahan bakar fosil yang terus bertambah bisa menyebabkan suhu udara meningkat dan menyebabkan pemanasan global. Itu makanya, Dr. Sihan Li, peneliti iklim dari School of Geography and the Environment, University of Oxford, mengingatkan agar kita bertindak cepat mengurangi emisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun