Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[Cerpen] Menanti Fitri

23 Mei 2019   12:31 Diperbarui: 23 Mei 2019   12:52 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari pngtree.com

***

Wanita yang kian sepuh tersebut tak mengerti, sejak menikah mengapa Fitri --anak perempuannya yang paling bungsu, tidak pernah mau berlebaran di rumahnya. Padahal ia dan mendiang suami sengaja membangun rumah yang besar agar saat Idulfitri seperti ini dapat menampung seluruh anak dan cucu.

Ia mau saat hari raya tiba, rumah yang mampu menampung puluhan orang tersebut diisi oleh gelak tawa seluruh anak, menantu, dan cucu. Seluruh anggota keluarga hadir, merayakan hari kemenangan. Hari penuh suka cita bagi seluruh umat muslim di dunia.

Namun, Fitri tak pernah sekalipun datang pada saat Idulfitri. Jangankan menginap dua hari sebelum hari raya tiba, seperti keluarga Fina dan Fida. Berkunjung tepat pada saat Hari Raya Idulfitri saja tidak pernah.

Fitri, suami dan anaknya yang masih semata wayang, biasanya berkunjung di luar hari raya. Saat ia hanya tinggal berdua dengan Bi Narsih, yang setia menemaninya sejak sang suami mangkat 10 tahun silam. Itu pun bisa dihitung dengan jari.

Ia sempat menawarkan bantuan dana. Khawatir Fitri tidak dapat berkumpul bersama ia dan kedua kakaknya karena terkendala harga tiket pesawat yang biasanya melonjak berlipat-lipat menjelang hari raya. Namun Fitri selalu menolak. Padahal uang bukan masalah baginya. Uang pensiun yang ditinggalkan sang suami cukup untuk memenuhi kebutuhan ia sehari-hari. Belum lagi uang dari Fina dan Fida yang rutin dikirim setiap bulan.

Jumlah uang yang dikirim Fina dan Fida lumayan besar. Uang tersebut tak pernah ia sentuh. Masih mengendap di tabungan yang dibuatkan khusus. Berkali-kali ia meminta kedua putrinya tersebut berhenti megirimkan uang karena uang peninggalan dari ayah mereka juga sudah jauh dari cukup, tetapi tidak pernah digubris.

Mereka beralasan, suami mereka bisa menjadi pengusaha sukses seperti saat ini justru karena tetap peduli dengan orangtua dan mertua. Bila mereka berhenti mengirimkan uang, khawatir justru rezekinya tidak lagi melimpah karena dianggap lalai pada orangtua.

***

"Maafkan Fitri, Ma," perempuan tersebut terisak di pojok kamar sambil mendekap buah hatinya yang masih balita.

Ia bukan tak rindu bersua dengan sang bunda, juga kakak-kakaknya. Hanya saja keadaan ekonomi membuat ia minder. Fitri kerap merasa asing saat berkumpul dengan ibu, kakak dan sang kakak ipar. Obrolan kakak dan sang kakak ipar yang tak jauh-jauh dari investasi ini dan itu, membuat ia dan suami merasa menjadi orang yang begitu kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun