Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Energi Baik dan Individu Inspiratif di Sekitar Kita

15 Agustus 2018   21:48 Diperbarui: 15 Agustus 2018   23:36 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi jelajah.com

Energi baik itu seperti gas. Tak kasat mata, tetapi sangat terasa.

Setiap manusia pasti memiliki energi baik. Namun ada yang terjaga, ada juga yang tersandera. Itu makanya kita bisa mendapatkan energi baik dari siapapun, tak terkecuali. Bisa dari seorang direktur hingga kondektur, dari seorang hartawan hingga wartawan, bahkan dari seorang insinyur hingga tukang sayur.

Bahkan berdasarkan beberapa penelitian, orang yang berenergi positif katanya akan menarik orang yang juga berenergi positif. Itu juga mungkin makanya kebaikan itu menular dan menurun. Saat kita mendapatkan kebaikan dari seseorang, kita seolah ingin berbagi kebaikan lagi dengan orang lain, meski dengan cara dan orang yang berbeda.

Apalagi katanya kehidupan itu memang berjalan karena ada energi yang berinteraksi antara satu manusia dengan manusia lain, baik energi baik, maupun energi kurang baik. Meski ada yang bertahan ada juga yang lenyap. Konon katanya, energi manusia yang satu akan terhubung dengan energi manusia yang lain. Itu makanya kita terkadang merasa klop di satu komunitas, terkadang malah merasa sebaliknya.

Belajar Mencari Solusi, Bukan Malah Mencaci

Tak asing kan dengan peraturan "pertama, bos selalu benar, bila salah lihat aturan pertama." Namun ada kalanya aturan tersebut tidak berlaku. Saya merasa mendapatkan boss yang benar-benar baik dan bijaksana saat bekerja di salah satu perusahaan di Kota Bogor, Jawa Barat, beberapa tahun lalu.

Saat itu, saya melakukan kesalahan dan siap dihukum --setidaknya mungkin diomeli. Namun bukannya mencaci, bos tersebut malah berusaha mencari solusi. Beliau mengatakan, kesalahan tersebut sudah terjadi, tak ada guna diungkit lagi, sebaiknya malah mencari cara agar kesalahan tersebut dapat teratasi.

Saya sempat bengong, tak percaya. Namun berdasarkan beberapa keterangan dari rekan kerja yang lain yang langsung dibawah supervisi beliau --saat itu saya bukan bawahan langsung, hanya kebetulan saja jabatan beliau lebih tinggi, si boss itu memang sangat bijaksana dan penuh dengan energi positif.

Setiap staff beliau melakukan kesalahan, alih-alih mencaci, ia malah mencari solusi. Mungkin itu makanya kariernya melesat cepat mencapai posisi puncak, mengalahkan karyawan lain yang bekerja lebih lama, menyalip pegawai lain yang juga memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang lebih mumpuni.

Sejak kejadian tersebut saya belajar menghimpun satu energi positif, fokus pada jalan keluar, bukan berkubang dengan masalah. Begitu pula dengan (beberapa) karyawan lain. Stop saling menyalahkan, fokus pada cara untuk memecahkan masalah. Bukankah katanya kalau kita fokus mencari solusi, kita akan mendapatkan seribu jalan keluar, namun bila kita fokus pada masalah yang lacur terjadi kita justru akan mendapatkan tambahan seribu masalah?

Belajar Memberi Pertolongan Secara Spontan

Saya belajar ini dari seorang tukang sayur yang berjualan di salah satu pasar dekat rumah. Suatu hari tanpa saya minta, seorang ibu penjual sayur menawarkan bantuan dengan memberikan sebuah plastik besar saat melihat saya kerepotan membawa banyak belanjaan dalam plastik kecil-kecil yang terpisah.

Beliau bilang kasihan melihat saya yang kerepotan menenteng beberapa belas kantong plastik kecil-kecil yang berisi bumbu dapur, ikan, dan sayur. Khawatir belanjaan saya tercecer. Padahal saya tidak kenal dengan ibu penjual sayur tersebut. Jarang juga berbelanja di kios beliau.

Saya sempat ragu menerima kebaikan ibu penjual sayur tersebut, namun karena memang memerlukan kantong kresek tersebut, akhirnya saya menerima juga. Apalagi ibu itu bilang, saya bukan orang pertama yang mendapat tawaran kebaikan dari beliau. Ada beberapa pembeli lain yang mendapatkan penawaran yang sama. Selama si ibu itu melihat orang itu memang membutuhkan uluran tangannya, meski tidak berbelanja di kios beliau.

Ibu itu bilang ia berbuat seperti itu benar-benar tulus, tidak mengharapkan apa-apa. Namun kebaikan memang berbuah kebaikan. Orang-orang yang beliau tolong, perlahan mulai berbelanja di kios beliau. 

Apalagi bumbu dapur dan sayur yang dijual sangat segar, kalaupun ada yang kurang baik, biasanya dipisahkan di tempat khusus dengan harga yang lebih terjangkau. Alhasil, usaha ibu itu semakin berkembang. Jenis sayur dan bumbu dapur yang ditawarkan semakin banyak dan beragam.

Saya jadi menghimpun satu energi baik lagi, biasakan berbuat baik pada siapapun, kenal ataupun tidak. Bukan, bukan, untuk mendapatkan timbal balik, namun lebih kepada menyebar energi positif. Jujur, saat saya mendapat satu kebaikan, saya jadi terinspirasi untuk memberi kebaikan juga pada orang lain, meskipun hanya suatu kebaikan yang sederhana.

Belajar Mengubah Hal Buruk Menjadi Sesuatu yang Baik

Saya sangat terinspirasi dengan salah satu kerabat. Saat kecil beliau dibesarkan oleh seorang ibu tiri yang lumayan kejam. Tenaga beliau diporsir untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan lain, tetapi tidak diberi asupan gizi yang baik. Jangankan diberi makan empat sehat lima sempurna, nasi dan lauk pauk yang sudah dimasak oleh si ibu tiri digantung diatas plafon rumah agar kerabat saya itu tidak bisa makan.

Saat kerabat saya itu lapar, ia terpaksa menyundul-nyundul lauk pauk dan nasi tersebut dengan sapu, setelah beliau naik ke atas kursi. Postur beliau yang saat itu masih anak-anak, ditambah plafon rumah zaman dulu yang lumayan tinggi membuat ia kesulitan menggapai aneka makanan tersebut.

Alhasil, nasi dan lauk pauk tersebut bisa tergapai, namun tidak "selamat". Saat tersundul sapu, nasi dan lauk pauk tersebut tumpah ke lantai. Berserakan. Berceceran. Tak bisa termakan. Ia malah mendapat pukulan dan omelan panjang lebar dari si ibu tiri --dalam kondisi lapar dan letih setelah mengerjakan pekerjaan rumah. Beruntung ayah dari kerabat saya itu akhirnya tahu kelakuakn si istri dan memutuskan berpisah sehingga siksaan tersebut akhirnya berakhir.

Namun luka batin tersebut tetap membekas di hati kerabat tersebut. Akan tetapi luka itu tidak ia jadikan dendam, tetapi ia ubah untuk tidak pernah memperlakukan anak-anak dengan kejam, siapapun mereka. Itu makanya, ia tidak pernah memukul anak, mengomeli anak, ia juga sangat royal pada anak-anak, bahkan pada anak-anak yang bukan darah dagingnya sendiri.

Hingga meninggal, beliau selalu mewanti-wanti pada setiap keluarga dan kerabat untuk memperlakukan anak dengan baik. Sekesal apapun katanya, jangan pernah memukul anak. Terkadang emosi membuat setiap orangtua "kebablasan" menghukum anak yang ujung-ujungnya memunculkan rasa sesal belakangan.

Belajar Membantu Meningkatkan Kualitas Kaum Prasejahtera

Jujur saya sangat kagum dengan salah satu teman sekolah yang saat ini menjadi penggiat dalam bidang pendidikan. Ia begitu konsen membantu anak-anak dari kalangan tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang lebih baik. Ia melakukan beragam upaya, mulai dari mencari beasiswa, menggandeng orangtua asuh hingga menyediakan tempat tinggal yang layak.

Teman saya itu menyediakan pendidikan gratis di sekolah swasta yang ia kelola. Untuk kebutuhan operasional, ia biasanya menghimpun dana dari beberapa donatur yang sebagian besar adalah teman dan kerabat. Sebagian ia dapatkan dari pemerintah dan instansi yang peduli pendidikan.

Uniknya, usai siswa tersebut menyelesaikan pendidikan di sekolah yang ia miliki, teman saya itu selalu mengupayakan agar si siswa tersebut melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, baik dalam kota maupun luar kota.

Biasanya ia mengupayakan agar siswa tersebut mendapat beasiswa dari perguruan tinggi yang dimasuki. Bila tidak memungkinkan ia mencoba mencarikan orangtua asuh, atau mengusahakan agar si anak mendapatkan pekerjaan yang bisa menyokong biaya kuliah namun tidak terlalu menyita waktu.

Dermawannya lagi, bagi beberapa anak yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak, ia sediakan satu rumah khusus untuk tinggal yang dekat dengan sekolah. Namun biasanya ini untuk anak-anak yang masih menjadi siswa sekolah menengah, bila sudah berubah status menjadi mahasiswa biasanya diupayakan untuk tinggal di asrama kampus.

Saya kagum pada teman saya itu karena saya tahu ia bukan dari keluarga yang sangat kaya raya, meski juga bukan berasal dari keluarga yang kekurangan. Perjuangannya menjadi pejuang pendidikan patut dicontoh dan diberi dukungan. 

Semangatnya membantu meningkatkan taraf hidup kaum dhuafa melalui pendidikan begitu menyala-nyala. Apalagi energi baik yang ia "nyalakan" juga berhasil menular. Beberapa anak yang sudah mulai mandiri, tak segan membantu para anak lain yang masih memerlukan uluran tangan.

Ah, energi baik memang selalu membuat dunia lebih indah. Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun