Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Inikah Alasan Anak Abai pada Orangtua?

2 Agustus 2018   11:56 Diperbarui: 2 Agustus 2018   14:18 3070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu saya pernah jadi saksi seorang ibu yang tersedu. Sambil menahan air mata, ibu tersebut bercerita bahwa ia sangat sedih. Alasannya anak yang beliau lahirkan, buah hati yang ia besarkan, cuek, tidak peduli. Ia mengatakan, anaknya tersebut sulit sekali dimintai tolong, bahkan untuk hal-hal kecil.

Beliau mengatakan, sejauh ini ia cukup tahu diri. Ia tidak pernah meminta tolong dalam hal finansial. Selain ia memiliki penghasilan sendiri yang lebih dari cukup, ia tidak mau merepotkan si buah hati. Namun ibu itu menuturkan, sebagai seorang yang sudah sepuh, ada kalanya ia membutuhkan bantuan si buah hati.

Lain waktu saya pernah mendengar keluh kesah dari salah satu orangtua. Setali tiga uang dengan ibu tersebut, orang tua itu mengatakan anaknya cuek, tidak peduli. Jangankan menengok secara rutin, mengirim kabar saja tidak pernah. Sang anak seolah hilang "ditelan bumi" dan hanya muncul sesekali.

Akibat Orangtua yang Tidak Peduli?

Saat pertama kali mendengar keluh-kesah tersebut saya sempat membatin dalam hati, belum aja si anak itu merasakan tidak punya orangtua lagi seperti saya. Namun belakangan saya tahu, ketidakpedulian si anak pada orangtua yang seharusnya ia cintai ternyata bukan tanpa sebab.

Berdasarkan beberapa cerita yang sengaja maupun tidak sengaja saya dengar, (beberapa) anak itu tidak lagi peduli pada orangtua mereka karena saat mereka kecil si orangtua abai. Anak-anak tersebut merasa si orangtua tidak menyayangi dan merawat mereka seperti seharusnya.

Ada anak yang merasa dibedakan perlakuannya dengan si adik/kakak. Bila si adik dikuliahkan dikampus swasta yang bonafid, si kakak hanya berkuliah di kampus swasta seadanya, saat si adik difasilitasi dengan kendaraan pribadi yang cukup mewah, si kakak harus puas hanya diberi ongkos untuk naik angkutan umum.

Begitupula sebaliknya, saat di satu keluarga si adik dianak-emaskan, di keluarga lain si adik dianak-tirikan, kala si kakak diperbolehkan kursus ini dan itu, si adik harus puas belajar sendiri di rumah tanpa ada yang mendampingi, saat si kakak di beri beragam fasilitas belajar yang "wah" si adik malah dilarang menyalakan komputer yang sudah tersedia di rumah. 

Alasannya bukan karena si adik masih terlalu kecil, tetapi karena alasan hemat. Padahal menurut si adik, keluarga mereka dikaruniai rezeki yang cukup melimpah. Wallahualam.

Ada juga orangtua yang tidak memprioritaskan si anak. Saat si anak merengek karena harus buru-buru membayar uang ujian sekolah, si ayah dengan cueknya membeli celana panjang baru yang sebenarnya saat itu tidak terlalu diperlukan. Mending katanya kalau satu, ini tiga sekaligus.

Mending juga bila mereka dari kalangan berada yang uang sekolah dan uang untuk membeli kebutuhan lain memang tersedia, nah mereka dari kalangan sederhana. Saat uang tersebut dibelanjakan untuk membeli celana panjang, otomatis uang untuk membayar keperluan sekolah harus ditunda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun